[PDF] Citra Manusia Indonesia Dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer - eBooks Review

Citra Manusia Indonesia Dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer


Citra Manusia Indonesia Dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer
DOWNLOAD
READ

Download Citra Manusia Indonesia Dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer PDF/ePub or read online books in Mobi eBooks. Click Download or Read Online button to get Citra Manusia Indonesia Dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer book now. This website allows unlimited access to, at the time of writing, more than 1.5 million titles, including hundreds of thousands of titles in various foreign languages. If the content not found or just blank you must refresh this page



Citra Manusia Indonesia Dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer


Citra Manusia Indonesia Dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer
DOWNLOAD
READ
Author : A. Teeuw
language : id
Publisher: Dunia Pustaka Jaya
Release Date : 1997-07-16

Citra Manusia Indonesia Dalam Karya Sastra Pramoedya Ananta Toer written by A. Teeuw and has been published by Dunia Pustaka Jaya this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 1997-07-16 with Literary Criticism categories.


Buku kritik sastra ini bertujuan memberi tanggungjawab pembacaan karya sastra Pramoedya selama hampir setengah abad. Diharapkan, pengalaman pembaca ini juga bermanfaat bagi sidang peminat sastra Indonesia, sebagai pengantar pada perkaryaan Pramoedya maupun sebagai batu uji bagi sesama pembaca. [Pustaka Jaya, Dunia Pustaka Jaya, Kritik Sastra, A. Teeuw]



Tales From Djakarta


Tales From Djakarta
DOWNLOAD
READ
Author : Pramoedya Ananta Toer
language : en
Publisher: Cornell University Press
Release Date : 2018-05-31

Tales From Djakarta written by Pramoedya Ananta Toer and has been published by Cornell University Press this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2018-05-31 with Fiction categories.


A translation of short stories by the well-known Indonesian author, Pramoedya Ananta Toer. Written in the 1950s, these stories are intensely regional in flavor and modern in approach. This collection includes such works as "Stranded Fish," "Creatures Behind Houses," and the great "Ketjapi."



Pramoedya Ananta Toer Dari Dekat Sekali


Pramoedya Ananta Toer Dari Dekat Sekali
DOWNLOAD
READ
Author : Koesalah Soebagyo Toer
language : id
Publisher: Kepustakaan Populer Gramedia
Release Date : 2018-08-27

Pramoedya Ananta Toer Dari Dekat Sekali written by Koesalah Soebagyo Toer and has been published by Kepustakaan Populer Gramedia this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2018-08-27 with Biography & Autobiography categories.


“Saya merasa... sayalah ‘keranjang sampah Mas Pram’ untuk hal-hal yang tidak dapat, tidak tepat, atau tidak pantas dikemukakannya kepada orang lain.” Maka, jika hal-hal yang bersifat pribadi tersebut diterbitkan, itu semata-mata merupakan “...pernyataan tanggungjawab saya terhadap pembaca karya-karya Mas Pram, terhadap khalayak Indonesia khususnya, dan dunia umumnya. Saya catat semua ini sebagai kenyataan, bahwa di samping semua yang sudah pernah ataupun sedang ditulis mengenai Mas Pram, masih ada hal-hal lain yang harus dikemukakan.... Dengan demikian orang dapat memahami Mas Pram sebagai sosok yang nyata, bukan manusia di angan-angan atau lamunan.” Demikian tulis Koesalah Soebagyo Toer, adik kandung Pramoedya Ananta Toer, penyusun buku ini. Tak pelak lagi, terhimpun di dalam buku ini banyak kehidupan pribadi Pramoedya yang belum diketahui oleh khalayak.



Pop Culture In Asia And Oceania


Pop Culture In Asia And Oceania
DOWNLOAD
READ
Author : Jeremy A. Murray
language : en
Publisher: Bloomsbury Publishing USA
Release Date : 2016-08-15

Pop Culture In Asia And Oceania written by Jeremy A. Murray and has been published by Bloomsbury Publishing USA this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2016-08-15 with Social Science categories.


This ready reference is a comprehensive guide to pop culture in Asia and Oceania, including topics such as top Korean singers, Thailand's sports heroes, and Japanese fashion. This entertaining introduction to Asian pop culture covers the global superstars, music idols, blockbuster films, and current trends—from the eclectic to the underground—of East Asia and South Asia, including China, Japan, Korea, India, the Philippines, Thailand, Vietnam, and Pakistan, as well as Oceania. The rich content features an exploration of the politics and personalities of Bollywood, a look at how baseball became a huge phenomenon in Taiwan and Japan, the ways in which censorship affects social media use in these regions, and the influence of the United States on the movies, music, and Internet in Asia. Topics include contemporary literature, movies, television and radio, the Internet, sports, video games, and fashion. Brief overviews of each topic precede entries featuring key musicians, songs, published works, actors and actresses, popular websites, top athletes, video games, and clothing fads and designers. The book also contains top-ten lists, a chronology of pop culture events, and a bibliography. Sidebars throughout the text provide additional anecdotal information.



Pramoedya Menggugat Melacak Jejak Indonesia Cover Baru 2020


Pramoedya Menggugat Melacak Jejak Indonesia Cover Baru 2020
DOWNLOAD
READ
Author : Koh Young Hun
language : id
Publisher: Gramedia Pustaka Utama
Release Date : 2020-02-24

Pramoedya Menggugat Melacak Jejak Indonesia Cover Baru 2020 written by Koh Young Hun and has been published by Gramedia Pustaka Utama this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2020-02-24 with Poetry categories.


A. Teeuw pernah mengatakan bahwa Pramoedya merupakan penulis yang muncul hanya sekali dalam satu generasi, atau malah dalam satu abad. Saya yakin, pendapat itu tidak hendak melebih-lebihkan. Pramoedya adalah novelis yang tidak hanya mewakili Indonesia melainkan juga kawasan Asia. Ia penulis yang mencurahkan pemikiran di bawah naungan humanisme. Kemanusiaan merupakan satu dasar pemikiran dan landasan penciptaan karya Pramoedya. Falsafah ini bersumber dari pandangan bahwa manusia yang hakiki melepaskan diri dari segala belenggu, seperti penolakan atas warisan budaya yang kolot, perlawanan atas ketidakadilan kekuasaan kolonial, atau semangat membangun kebebasan dan kesejahteraan dalam lingkup kesatuan bangsa. Sikap ini tentu saja bukan tanpa risiko. Ia harus meringkuk di penjara selama tujuh belas setengah tahun masing-masing pada zaman Belanda, Orde Lama, dan Orde Baru. Dalam buku ini, saya memberi tanggapan terhadap Bumi Manusia, Arus Balik, Arok Dedes, dan Gadis Pantai. Saya menganalisis dan menguraikan dunia Pramoedya melalui karya-karyanya. Saya tidak hanya menjunjung tinggi dan mengungkapkan kedalaman makna serta pesan tematik novel-novel Pramoedya, melainkan, sebagai seorang sarjana yang berkecimpung dalam bidang kritik sastra, saya berusaha membuktikan keunggulannya sekaligus. Prof. Koh Young Hun



33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh


33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh
DOWNLOAD
READ
Author : Jamal D. Rahman
language : id
Publisher: Kepustakaan Populer Gramedia
Release Date : 2013-12-23

33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh written by Jamal D. Rahman and has been published by Kepustakaan Populer Gramedia this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2013-12-23 with Biography & Autobiography categories.


Peranan sastra, sastrawan, dan tokoh sastra dalam kehidupan kadang dipertanyakan, terutama saat negara sibuk dengan pembangunan ekonomi. Para penguasa sering merasa terganggu oleh sastrawan karena sering bersikap kritis pada pemerintah, politikus, dan pejabat korup. Apa peranan sastra bagi Indonesia? Siapakah tokoh-tokoh sastra Indonesia paling berpengaruh dalam satu abad perjalanan sastra Indonesia? Dalam hal apa dan di kalangan mana mereka berpengaruh? Dan sejauh mana jangkauan pengaruh mereka, baik secara sosial, politik, maupun budaya? Buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh ini menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, sekaligus menunjukkan kalangan mana saja yang berperan dalam sastra dan kebudayaan. Buku ini menawarkan menu baru bagi perbincangan tentang tokoh-tokoh bangsa dari wilayah yang tidak selalu populer tapi menentukan tegak-tidaknya martabat suatu bangsa, yakni tradisi tulis dan kebudayaannya.



Sastra Nasionalisme Pascakolonialitas


Sastra Nasionalisme Pascakolonialitas
DOWNLOAD
READ
Author : Katrin Bandel
language : id
Publisher: Indie Book Corner
Release Date : 2013-10-07

Sastra Nasionalisme Pascakolonialitas written by Katrin Bandel and has been published by Indie Book Corner this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2013-10-07 with Criticism categories.


Pengantar Katrin Bandel Bagi saya, salah satu unsur terpenting dalam penulisan esei adalah memposisikan diri. Memposisikan diri bisa dimaknai sebagai “berpendapat”, dalam arti mengekspresikan pandangan atau penilaian mengenai permasalahan tertentu. Namun dalam perkembangannya, khususnya dalam jangka waktu tujuh tahun yang terdokumentasikan dalam kumpulan esei ini, usaha memposisikan diri juga semakin sering dan semakin eksplisit saya kaitkan dengan peta relasi kekuasaan global dan posisi saya sendiri di dalamnya. Sebagai perempuan berkulit putih asal Eropa yang menulis dalam bahasa Indonesia, di manakah saya berdiri? Ada persoalan apa dengan identitas saya sebagai perempuan berkulit putih asal Eropa, dan apa kaitannya dengan kegiatan tulis-menulis yang saya geluti? Untuk menjawab pertanyaan itu, saya ingin berangkat dari sebuah anekdot yang diceritakan pemikir pascakolonial asal India Gayatri Chakravorty Spivak dalam sebuah dialog seputar masalah representasi: I will have in an undergraduate class, let’s say, a young, white male student, politically-correct, who will say: ‘I am only a bourgeois white male, I can’t speak.’ In that situation—it’s peculiar, because I am in the position of power and their teacher and, on the other hand, I am not a bourgeois white male—I say to them: ‘Why not develop a certain degree of rage against the history that has written such an abject script for you that you are silenced?’ (Gayatri Chakravorty Spivak 1993, hlm. 197) (Misalnya, dalam sebuah kelas untuk matakuliah S1 yang saya ampu akan ada seorang mahasiswa laki-laki muda berkulit putih yang, karena ingin bersikap politically-correct, akan berkata: ‘Saya hanya laki-laki borjuis kulit putih, saya tidak bisa bicara.’ Dalam situasi tersebut—dan situasi itu memang unik, sebab saya dalam posisi berkuasa sebagai dosen mereka, tapi di sisi lain, saya bukan laki-laki borjuis berkulit putih—saya akan kemudian berkata pada mereka: ‘Kenapa Anda tidak mencoba untuk, sampai tingkat tertentu, menumbuhkan kemurkaan dalam diri Anda terhadap sejarah yang telah menuliskan naskah yang begitu keji bagi Anda, sehingga kini Anda tidak dapat bicara?’) Mengapa mahasiswa laki-laki borjuis berkulit putih itu merasa “tidak bisa bicara”? Mahasiswa tersebut tampaknya berangkat dari kesadaran bahwa identitasnya cenderung menempatkannya pada posisi yang sangat diuntungkan. Untuk masa yang cukup lama, justru umumnya hanya laki-laki borjuis berkulit putih yang bisa dan berhak bicara, dalam arti diberi kesempatan untuk menyuarakan pandangannya secara publik dan dengan demikian berpartisipasi dalam pengambilan kebijakan (baik secara nasional/lokal maupun global). Manusia lain— perempuan, kelas buruh, orang berkulit coklat atau hitam—umumnya hanya dibicarakan, namun tidak diberi kesempatan untuk ikut bersuara. Political correctness yang disebut dalam anekdot di atas berdasar pada kesadaran akan ketidakadilan kondisi tersebut. Meskipun sampai saat ini tetap saja terdapat cukup banyak laki-laki borjuis berkulit putih yang berbicara dengan suara otoritatif seperti sediakala, di bidang-bidang akademis tertentu kini situasi telah berubah secara cukup substansial. Suara-suara lain kini ikut hadir, tidak jarang untuk menyampaikan gugatannya, antara lain lewat perspektif teoritis yang dikembangkan misalnya dalam Kajian Pascakolonial, Kajian Gender dan Kajian Budaya. Berangkat dari kesadaran akan perkembangan tersebut, di manakah kini posisi seorang laki-laki borjuis berkulit putih? Selain posisi otoritatif yang cenderung meniadakan perspektif lain, masih adakah pilihan lain yang tersedia? Tampaknya mahasiswa dalam anekdot Spivak di atas tidak melihat adanya alternatif apa pun, sehingga dia merasa satu-satunya pilihan adalah diam. Saya memang bukan laki-laki. Tapi sebagai orang Eropa berkulit putih yang berasal dari kelas menengah, saya tetap merasa tersapa oleh anekdot yang diceritakan Spivak. Sesuai dengan yang dikatakan Spivak, tidak jarang saya merasa ada semacam script (naskah) yang sudah disediakan untuk saya, dan script tersebut memang kurang mengenakkan. Apabila saya setia pada bidang studi yang saya pilih semasa kuliah (di dunia Barat), saya “seharusnya” menjadi indonesianis yang berperan menjelaskan kebudayaan Indonesia kepada orang sebangsa saya, atau kepada “komunitas akademis internasional” (alias komunitas akademis berbahasa Inggris). Dengan kata lain, saya seharusnya menduduki posisi otoritatif sebagai “ahli Indonesia” yang diberi wewenang khusus untuk berbicara mengenai Indonesia dalam forum-forum tertentu, dengan catatan bahwa sampai saat ini orang Indonesia sendiri kerapkali kurang memiliki akses untuk ikut bersuara dalam forum tersebut. Dari manakah datangnya script tersebut? Dalam karya monumentalnya Orientalism (1978) yang kerapkali disebut sebagai tonggak awal Kajian Pascakolonial, Edward Said mendeskripsikan betapa dalam tradisi pemikiran Barat tumbuh sebuah wacana khusus mengenai “Orient” (“Timur”), yaitu wacana “orientalisme”. “Timur” dipelajari sebagai sebuah entitas yang konon memiliki ciri khas sendiri, sehingga berbeda secara substansial dari “Barat”. Lewat wacana itu hadirlah sebuah suara otoritatif yang mendefinisikan dan menguasai “Timur”. Otoritas suara di sini secara langsung berkaitan dengan kekuasaan sebab wacana orientalisme berkembang bersamaan dengan kolonialisme. Pengetahuan tentang “Timur” dan penjajahan fisik saling menopang. Di dunia akademis, orientalisme antara lain mengambil bentuk institusi-institusi khusus yang melakukan atau mendukung studi mengenai “budaya oriental”. Struktur semacam itu kerapkali masih berbekas sampai saat ini, meskipun orientasi keilmuannya tentu saja sudah mengalami banyak perubahan. Misalnya, saat saya kuliah di Universitas Hamburg, Jerman, fakultas tempat saya mempelajari budaya Indonesia masih bernama “Orientalistik”. Jurusan yang saya ambil, yaitu jurusan “Bahasa dan Budaya Austronesia” (di mana bahasa Indonesia dipelajari sebagai bagian dari rumpun bahasa Austronesia), merupakan salah satu jurusan tertua di universitas itu sebab jurusan itu berawal sebagai sebuah “institut kolonial”. Jerman memang sempat memiliki beberapa koloni di wilayah tersebut, yaitu di kepulauan Pasifik dan di Papua. Struktur-struktur semacam itu ikut melanggengkan relasi kekuasaan global yang timpang. Universitas di negara-negara Barat mempelajari budaya-budaya di seluruh dunia, kemudian pengetahuan tersebut dipublikasikan dalam bahasa Inggris atau bahasa Eropa lainnya di media-media akademis yang dipandang bergengsi dan terpercaya. Manusia-manusia yang budayanya dipelajari tersebut kerapkali melakukan hal sebaliknya, yaitu mempelajari bahasa dan budaya Barat, namun bukan dalam rangka memperoleh suara otoritatif seperti manusia Barat yang membicarakan “Timur”. Akses terhadap dunia Barat dirasakan perlu sebab pada kenyataan memang pengetahuan dan gaya hidup Barat tetap (atau bahkan semakin?) dominan secara global. Bahkan tidak jarang budaya sendiri kemudian dipelajari lewat pengetahuan Barat, misalnya lewat tulisan peneliti asing (orientalis). Sebagai manusia Eropa berpendidikan orientalis, saya tidak mungkin mengelak dari wacana tersebut. Namun meskipun secara institusional struktur-struktur orientalis yang hierarkis itu tetap dipertahankan, manusia-manusia yang bekerja dalam struktur tersebut belum tentu sepenuhnya patuh padanya. Misalnya, sebagian peneliti Barat yang bekerja di bidang “Studi Asia-Afrika” (untuk menyebut salah satu istilah yang telah menggantikan istilah “orientalisme” pada masa kini, termasuk di almamater saya Universitas Hamburg) kini bersikap kritis terhadap struktur-struktur tersebut, dan mengekspresikan kritik itu dalam tulisan-tulisan mereka. Di samping itu, usaha untuk lebih melibatkan suara-suara non-Barat dalam produksi pengetahuan tersebut pun banyak dilakukan. Dalam pengalaman pribadi saya, struktur yang timpang tersebut pada mulanya hanya saya rasakan secara samar-samar saja. Saat kuliah, saya tidak memiliki kesadaran politis yang cukup kuat, dan saya pun tidak pernah berkesempatan mempelajari teori pascakolonial atau teori-teori lain yang dapat membantu saya untuk sampai pada sebuah semangat yang lebih kritis dalam memandang dunia. Yang saya alami pada tahap itu hanya semacam perasaan kurang nyaman dan kurang termotivasi untuk memasuki dunia akademis di mana saya diharapkan memproduksi tulisan-tulisan berbahasa Jerman atau Inggris mengenai Indonesia. Untuk siapakah saya menulis, dan apa yang ingin dan perlu saya sampaikan? Pekerjaan tersebut terasa hambar dan kurang mengasyikkan. Perjalanan hidup kemudian membawa saya menetap dan bekerja di Indonesia. Disebabkan oleh kondisi hidup tersebut, saya lalu mulai aktif menulis dan berpublikasi bukan dalam bahasa Jerman atau Inggris, tapi dalam bahasa Indonesia. Hal itu pada mulanya saya lakukan sama sekali bukan disebabkan oleh sebuah semangat “heroik” untuk melawan struktur kekuasaan wacana akademis, namun sekadar mengikuti naluri dan keasyikan berkarya. Dengan menulis di Indonesia dalam bahasa Indonesia, saya merasa menyapa audiens yang jelas (yaitu orang-orang yang menaruh minat pada sastra Indonesia), dan lewat respon dan apresiasi yang saya peroleh saya pun merasakan betapa kontribusi tersebut memberi manfaat yang nyata bagi pembaca saya. Maka kemudian fokus pada tulisan dalam bahasa Indonesia pun berlanjut. Dalam perkembangannya, kadang-kadang terbersit niat untuk menulis dalam bahasa Inggris atau Jerman, dilandasi semacam rasa keharusan dan kecemasan. Pada awalnya saya tidak merefleksikannya lebih jauh, tapi saya sekadar secara samar-samar merasa bahwa ada yang aneh atau keliru pada perjalanan penulisan dan karir akademis saya. Sepertinya saya sedang “salah jalur”: bukan inilah pekerjaan yang “seharusnya” saya lakukan sebagai indonesianis! Namun karena permintaan untuk menyumbang tulisan dalam bahasa Indonesia atau menjadi pembicara dalam acara-acara berbahasa Indonesia terus-menerus berdatangan, dan berbagai perdebatan dan perkembangan di dunia sastra Indonesia terus memancing saya untuk ikut bersuara, rencana untuk menulis dalam bahasa Jerman atau Inggris itu sangat jarang terwujud. Saya tetap asyik menulis dalam bahasa Indonesia. Seiring dengan waktu, fokus pada tulisan dalam bahasa Indonesia semakin saya mantapkan sebagai pilihan yang memberi saya kesempatan untuk menduduki posisi yang sedikit unik. Peta relasi kekuasaan global yang saya gambarkan di atas semakin tampak bagi saya. Dengan demikian, perjalanan karir yang “salah jalur” itu pun berubah makna, yaitu menjadi keistimewaan yang saya syukuri. Tanpa pernah merencanakannya dengan sadar, saya rupanya sudah menyimpang dari script yang disediakan bagi saya. Meskipun tentu saja saya tetap tidak dapat sepenuhnya mengelak dari wacana orientalisme, paling tidak secara institusional saya kini berada pada jalur yang agak berbeda. Kumpulan esei ini mendokumentasikan perjalanan penulisan saya selama tujuh tahun terakhir, yaitu masa yang membawa saya kepada kesadaran semakin kritis akan relasi kekuasaan global yang membentuk dunia intelektual tempat saya berkarya. Dalam anekdot yang saya kutip di atas, Spivak menganjurkan sebuah “kemurkaan” atas “script keji” yang disediakan bagi kami, manusia keturunan penjajah yang mesti berhadapan dengan berbagai bentuk ketidakadilan yang disebabkan oleh ulah bangsa-bangsa kami. Kemurkaan semacam itu yang coba semakin eksplisit saya kembangkan dan saya ekspresikan dalam esei-esei saya.



Mengintip Indonesia Dari Lerok Dan Oetimu


Mengintip Indonesia Dari Lerok Dan Oetimu
DOWNLOAD
READ
Author : Hairus Salim HS
language : id
Publisher: DIVA PRESS
Release Date :

Mengintip Indonesia Dari Lerok Dan Oetimu written by Hairus Salim HS and has been published by DIVA PRESS this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on with Literary Collections categories.


Esai-esai yang cemerlang dan mendalam terhadap sejumlah cerpen, kumpulan cerpen, novel dan (oto)biografi. Ulasannya seperti sebuah undangan untuk terus membaca karya sastra, dan pembacaannya menginspirasi bagaimana lapis-lapis makna dalam sebuah karya diulik, diciptakan, dihadirkan, dan sekaligus juga dibongkar dan dipertanyakan.



Asrul Sani 70 Tahun


Asrul Sani 70 Tahun
DOWNLOAD
READ
Author : Ajip Rosidi
language : id
Publisher: Dunia Pustaka Jaya
Release Date : 2019-07-04

Asrul Sani 70 Tahun written by Ajip Rosidi and has been published by Dunia Pustaka Jaya this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2019-07-04 with Biography & Autobiography categories.


Buku ini di terbitkan dalam rangka penghormatan atas segala yang telah Asrul Sani sumbangkan untuk kehidupan kesenian Indonesia selama 70 tahun dia hidup.





DOWNLOAD
READ
Author : 北京大学亚洲太平洋研究院编
language : en
Publisher: BEIJING BOOK CO. INC.
Release Date : 2021-11-13

written by 北京大学亚洲太平洋研究院编 and has been published by BEIJING BOOK CO. INC. this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2021-11-13 with Political Science categories.


本书设有“东北亚研究”“东南亚研究”“南亚研究”“中亚研究”等六个栏目,收录了《大国与朝鲜半岛的互动:两次朝核危机与六方会谈的再审视》《明清王朝交替期汉族移居朝鲜半岛地区问题研究》《当前中国与东南亚人文交流的态势与发展建议》《印度文明与当代世界》《“丝绸之路经济带”在哈萨克斯坦的进展及挑战》等文章。