[PDF] Putri Kalingga - eBooks Review

Putri Kalingga


Putri Kalingga
DOWNLOAD

Download Putri Kalingga PDF/ePub or read online books in Mobi eBooks. Click Download or Read Online button to get Putri Kalingga book now. This website allows unlimited access to, at the time of writing, more than 1.5 million titles, including hundreds of thousands of titles in various foreign languages. If the content not found or just blank you must refresh this page



Putri Kalingga


Putri Kalingga
DOWNLOAD
Author : Wibowo Wibidharma
language : id
Publisher: Garudhawaca
Release Date :

Putri Kalingga written by Wibowo Wibidharma and has been published by Garudhawaca this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on with Fiction categories.


Buku ini adalah sekuel lanjutan dari buku Janabadra : Jejak Tanah Leluhur. Sepeninggal istrinya di Bhubaneswar, Kerajaan Harsya di tanah Hindustan, Janabadra kembali ke Kalinggapura dan membawa serta puteri angkatnya, Nonggaranya. Di Kalingga, Janabadra menjadi pandhita utama di Vihara Sutta sekaligus bertindak sebagai penasehat raja Kalingga. Sementara Nonggaranya, tumbuh di bawah asuhan Nyi Embu dan Ki Dadungsato dan mendapat keterampilan memanah dan kanuragan sempurna baik dari orang tua asuhnya, maupun ayah angkatnya. Kemarian orang tua asuhnya di tangan gerombolan perampok membawa Nongga berpindah hidup bersama sang Mahaguru Janabadra di vihara dan mengubah dirinya menjadi Bikhuni Shima. Setelah dewasa, kecerdasan Nongga memikat Ibu Ratu Wasundari, ibu suri kerajaan Kalingga yang masih membimbing sang raja muda, Kartikeyansingha. bahkan sang Ibu Suri berkenan mengangkat Bikhuni Shima sebagai puteri angkat, memberi gelar nama “Putri Dasima Shima” lalu memberinya jabatan menteri perdagangan. Ketika Ibu Suri berkenan menjodohkan Shima dengan sang Raja, Sang bikhuni justru sedang penuh kecamuk dalam jiwanya. Dendamnya pada para pembunuh Nyi Embu, membawa dia meninggalkan Kalinggapura, menyusuri hutan dan gunung hingga nasib membawanya ke bukit Shambara, di mana ia mendirikan istanyanya sendiri, Maataram… Kelak, ia kembali ke Kalinggapura ketika sang Ratu mengumumkan sayembara yang mengundang pemanah perempuan terbaik dari seluruh dwipantara…



Maharani Shima


Maharani Shima
DOWNLOAD
Author : Wibowo Wibidharma
language : id
Publisher: Garudhawaca
Release Date : 2023-09-30

Maharani Shima written by Wibowo Wibidharma and has been published by Garudhawaca this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2023-09-30 with Fiction categories.


Buku ini mengisahkan masa ketika si Putri Kalingga, telah diangkat menjadi permaisuri. Shima berperan aktif membantu raja mengurus kerajaan. Pada akhirnya ia diserahi tahta kekuasaan sebagai ratu untuk menggantikan kedudukan Raja Kartikeyansingha yang memutuskan untuk menjadi petapa. Saat berkuasa, Shima tidak menyia-nyiakan kesempatan, kekuasaannya digunakan untuk mempertahankan kedudukan, menata kehidupan yang lebih baik; dan yang ketiga, digunakan untuk melampiaskan dendam lamanya. Dua hal utama yang dilakukannya adalah membangun kekuatan dan membuat keteraturan. Baginya kehidupan yang lebih baik hanya bisa diciptakan dalam keadaan teratur dan keteraturan hanya dapat dibangun oleh aturan maka hukum harus ditegakkan dengan tegas, tanpa pandang bulu. Maharani Shima diberi berbagai julukan, Dewi Keadilan, Dewi Pelindung Padukuhan, Dewi Sumbi dan Ratu Perdamaian. Ia seorang Maharani yang berkuasa lama, kedudukannya kuat, dikagumi, disegani, ditakuti, sekaligus dibenci dan dikutuk. Ia memperhatikan semua hal dari hal-hal kecil hingga hal-hal besar, ia mengagumi lukisan, ia melayani tantangan bertarung, ia menghancurkan raja lalim, ia menundukan raja-raja dengan cara damai, ia pun ikut merancang pembuatan kuil Buddha terbesar di dunia. Maharani Shima adalah buku ketiga dari seri “Jejak Tanah Leluhur” yang merupakan kelanjutan dari buku 1 (Janabadra) dan buku 2 (Putri Kalingga). Penerbit Garudhawaca.



Hitam Putih Pajajaran Dari Kejayaan Hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran


Hitam Putih Pajajaran Dari Kejayaan Hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran
DOWNLOAD
Author : Fery Taufiq El-Jaquene
language : id
Publisher: Araska Publisher
Release Date : 2020

Hitam Putih Pajajaran Dari Kejayaan Hingga Keruntuhan Kerajaan Pajajaran written by Fery Taufiq El-Jaquene and has been published by Araska Publisher this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2020 with Antiques & Collectibles categories.


Buku ini mengupas seluruh kisah dan sejarah Kerajaan Pajajaran dari mulai berdirinya sampai kehancurannya. Di dalamnya disajikan konflik di dalam kerajaan maupun serangan-serangan yang akhirnya meruntuhkan kerajaan besar tersebut. Kehadiran buku ini diharapkan membawa manfaat yang besar bagi dunia sejarah di Indonesia, guna memperkenalkan kembali sejarah masa lampau agar menjadi catatan penting dalam kehidupan kita di masa mendatang. Buku ini juga bisa menjadi referensi atas keberadaan sebuah kerajaan besar di Tatar Pasundan. Tahun : 2020 Ukuran buku: 14x20.5cm Tebal buku: 280 halaman Kertas isi: bookpaper



Wasiat Para Perempuan Bharata


Wasiat Para Perempuan Bharata
DOWNLOAD
Author : Rani Aditya
language : id
Publisher: Nulis Aja Dulu Publisher
Release Date : 2021-12-01

Wasiat Para Perempuan Bharata written by Rani Aditya and has been published by Nulis Aja Dulu Publisher this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2021-12-01 with Antiques & Collectibles categories.


Walau telah dihadirkan dalam berbagai versi, drama perseteruan dua  kubu keturunan wangsa Bharata—Pandawa dan Kurawa—selalu memiliki benang merah yang sama. Persaingan antar saudara, pere butan takhta dan cinta, hingga pembalasan dendam berujung darah yang tertumpah. Akan tetapi, siapa yang peduli bagaimana perasaan setiap perem puan yang terlibat di dalam dunia yang sangat patriarkis? Apa yang mereka pikirkan? Apa pengaruh mereka terhadap keputusan para lelaki? Ketika para kesatria berjaya, apakah peran para perempuan ini diakui? Bagaimana para perempuan ini bertahan di tengah keka cauan, hidup yang tercerabut, hati yang patah? Atau, siapa sebenarnya yang mereka cintai?



Drilling Soal Soal Tes Masuk Polri Edisi Revisi Cover 2022


Drilling Soal Soal Tes Masuk Polri Edisi Revisi Cover 2022
DOWNLOAD
Author : Risky Wulandari
language : id
Publisher: Bhuana Ilmu Populer
Release Date : 2022-09-14

Drilling Soal Soal Tes Masuk Polri Edisi Revisi Cover 2022 written by Risky Wulandari and has been published by Bhuana Ilmu Populer this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2022-09-14 with Study Aids categories.


Naskah Drilling Soal-Soal Tes Masuk Polri merupakan naskah berisi panduan masuk polri. Naskah ini dilengkapi dengan soal-soal prediksi untuk tes masuk Polri baik di tingkat daerah hingga tingkat pusat. Soal terdiri dari Paket Tes Psikotes yang meliputi kemampuan numeric, kemampuan verbal, tes kecermatan dan tes kepribadian bakat dan minat. Selain paket psikotes juga tersedia Paket Tes akademik yang terdiri dari soal kemampuan bahasa Inggris, Pengetahuan umum dan kemampuan bahasa Indonesia. Soal dibahas secara mendetail disertai teknik dan trik-trik dalam mengerjakan soal secara cepat dan tepat. Selain drilling soal, naskah dilengkapi dengan rumus-rumus matematika dasar dan kamus mini istilah sinonim dan antonim sehingga pembaca akan dibekali dengan materi yang memadai.



Babad Tanah Jawi


Babad Tanah Jawi
DOWNLOAD
Author : Soejipto Abimanyu
language : id
Publisher: DIVA PRESS
Release Date :

Babad Tanah Jawi written by Soejipto Abimanyu and has been published by DIVA PRESS this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on with History categories.


Buku ini menghadirkan kajian menyeluruh tentang Babad Tanah Jawi: dari silsilah raja-raja Jawa—dengan menarik silsilah hingga Nabi Adam—sampai penelitian tentang candi-candi peninggalan kerajaan (orang) Jawa Kuno yang tersebar di seluruh Tanah Jawa. Kelengkapan dan kekayaan data dalam buku ini didukung oleh sumber-sumber orisinil dan ilmiah (bukan fiksi sejarah) yang secara umum telah diakui kebenarannya. Sehingga, buku ini niscaya sangat berguna untuk melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya, dan karenanya pantas disebut sebagai Babon Babad Tanah Jawi edisi lengkap. Buku ini juga menghadirkan metode yang berbeda dengan buku-buku Babad Tanah Jawi lainnya, seperti karya Carik Braja, Adilangu II, maupun W.A. Olthof, yang berbentuk cerita fiksi sejarah. Semua bagian dalam buku ini bersandar pada prinsip-prinsip penelitian ilmiah, dengan harapan akan mampu memberikan cakrawala pengetahuan yang lebih argumentatif dan bisa dipertanggungjawabkan. Bagi Anda peminat studi Jawa, buku ini sangat penting untuk dimiliki dan dikaji. Semoga bermanfaat!



Liang Maut Di Bukit Kalingga


Liang Maut Di Bukit Kalingga
DOWNLOAD
Author : Zhaenal Fanani
language : id
Publisher: Pantera Publishing
Release Date : 2021-03-24

Liang Maut Di Bukit Kalingga written by Zhaenal Fanani and has been published by Pantera Publishing this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2021-03-24 with Fiction categories.


Aku tak percaya! Aku tak percaya!” Berkali-kali Pendekar 131 mendesis dengan mata dikedipkan lalu dipentang besar-besar. “Keempatnya sudah jadi mayat ketika ku tinggalkan! Aku tahu pasti mereka terhantam Sapu Tangan Iblis milik nenek itu! Bagaimana mungkin mereka bisa hidup lagi?!” Hanya sejarak tujuh langkah dari tempat murid Pendeta Sinting berada, tampak empat orang laki-laki bertelanjang dada. Kepala mereka plontos. Paras wajah keempatnya hampir sama dan sangat angker. Karena sepasang mata mereka berempat tidak membentuk ke samping melainkan ke bawah. Demikian juga mulut masing-masing orang. Tidak membujur ke samping tapi ke bawah mengikuti bentuk wajahnya yang lonjong! Mereka bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana kolor. Di sebelah depan bagian kanan mengenakan celana kolor warna merah. Di samping orang ini memakai celana kolor warna hitam. Di belakang si celana kolor warna merah tampak laki-laki yang mengenakan celana kolor warna kuning. Sementara di sebelahnya tampak memakai celana kolor warna hijau! Dari ciri dan tampang masing-masing orang, siapa pun yang melihatnya pasti mengatakan mereka adalah Tokoh-tokoh Penghela Tandu! Karena di pundak masing-masing orang ini terlihat melintang dua bambu besar yang di tengahnya terdapat sebuah tandu tertutup kain berwarna merah! “Siapa kalian?!” Murid Pendeta Sinting langsung bertanya dengan mata terus memandang tak berkesip pada masing-masing orang di hadapannya. Laki-laki bercelana kolor warna merah angkat tangan kirinya seolah memberi isyarat pada ketiga orang lainnya. Ini juga membuktikan kalau si celana kolor warna merah adalah yang menjadi pimpinan. “Kau bertanya,” kata si celana kolor warna merah buka mulutnya yang membujur ke bawah. “Kami akan menjawab! Kami adalah Tokoh-tokoh Penghela Tandu!” “Urusan gila apa lagi yang kuhadapi saat ini?!” gumam murid Pendeta Sinting begitu mendengar jawaban orang. Matanya kini beralih pada tandu di atas lintangan bambu yang tertutup kain merah. Joko coba tembusi kain penutup seolah ingin melihat orang di dalamnya. Namun dia gagal mengetahuinya, hingga dia kembali arahkan pandangannya pada satu persatu orang di hadapannya seraya berucap. “Bukankah kalian telah jadi mayat?! Bagaimana mungkin kalian bisa hidup lagi?!” “Setiap manusia hanya punya satu nyawa! Tidak mungkin kami hidup lagi setelah jadi mayat!” Yang berkata adalah si celana kolor warna merah. “Tapi aku melihatnya sendiri! Kalian bertempur melawan nenek bernama Ratu Pewaris Iblis!” “Kami baru saja mengadakan perjalanan jauh! Selama ini kami belum pernah terlibat sengketa dengan siapa pun!” Kembali si celana kolor warna merah menyahut membuat murid Pendeta Sinting tambah kebingungan. “Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?! Apa penglihatanku yang salah?! Atau apa yang ku alami hanya mimpi?!” Berpikir sampai di situ Joko ingat bahwa sejenak tadi dia mengalami keanehan. Dia seolah tidak bisa buka mata dan mulutnya, bahkan dia merasakan sekujur tubuhnya lemas tak bisa digerakkan. “Apa dalam Keadaan begitu itu aku bermimpi?!” Joko ingat pada pedangnya. Dia meraba ke balik pakaiannya. Dia kembali tersentak ketika mendapatkan Pedang Tumpul 131 tidak ada di balik pakaiannya. “Berarti aku tidak mimpi! Pedangku tidak ada!” “Siapa yang ada di dalam tandu?!” Joko akhirnya ajukan tanya. Keempat laki-laki yang baru saja sebutkan diri sebagai Tokoh-tokoh Penghela Tandu sama gerakkan kepala masing-masing saling pandang. Belum sampai ada yang buka suara, mendadak tirai kain penutup tandu bergerak membuka. Murid Pendeta Sinting jerengkan mata besar-besar. Yang terlihat pertama kali adalah sebuah tangan mulus yang baru saja bergerak singkapkan kain penutup tandu. “Putri Kayangan!” desis Joko mengenali siapa adanya pemilik tangan yang baru saja membuka kain penutup tandu. Murid Pendeta Sinting segera melompat ke depan. Dia lupa akan keheranannya melihat keempat laki-laki yang dilihatnya sudah tewas di tangan Ratu Pewaris Iblis. Dadanya sudah bergemuruh mendapati pedangnya lenyap dan dia sudah dapat menduga siapa gerangan yang mengambilnya. Maka seraya melompat, dia berseru. “Putri Kayangan! Harap kau kembalikan pedangku!” Orang di dalam tandu sesaat terkejut. Dia adalah seorang gadis muda berparas luar biasa cantik mengenakan pakaian warna merah. Rambutnya panjang dengan mata bulat. “Jangan lancang bicara!” Tiba-tiba laki-laki bercelana kolor warna merah membentak. Tangan kirinya diangkat siap hendak lepas pukulan. Sementara ketiga lainnya serentak pula angkat tangan satu masing-masing. “Putri Kayangan! Kau dengar ucapanku! Kembalikan pedang itu!” Joko kembali berteriak tanpa pedulikan keempat laki-laki yang sudah siap lepas pukulan. Gadis di dalam tandu sesaat pandangi Joko dari bawah ke atas. Bibirnya sunggingkan senyum. Tangan kanannya bergerak. Terdengar ketukan halus tiga kali. Bersamaan dengan itu keempat laki-laki pemanggul tandu luruhkan tangan masing-masing. “Boleh aku tahu siapa kau adanya?!” Gadis di dalam tandu buka mulut. “Kau telah tahu siapa aku! Jangan berlagak tidak kenal!” “Baiklah! Aku tidak memaksamu untuk mengatakan siapa kau…. Boleh aku tahu pedang apa yang kau suruh kembalikan?!” “Kau masih juga berpura-pura!” “Jaga mulutmu, Anak Muda! Jangan menuduh sembarangan!” Laki-laki bercelana kolor warna merah angkat bicara lagi. Mendengar sahutan orang, dada Joko jadi panas. Dia arahkan matanya pada keempat laki-laki di hadapannya. “Kalian boleh memiliki nyawa rangkap tiga! Tapi jangan kau kira aku tak bisa memutus ketiga rangkapan nyawa kalian!” Seraya berkata, murid Pendeta Sinting sudah kerahkan tenaga dalam pada kedua tangannya. Tokoh-tokoh Penghela Tandu saling pandang. Lalu masing-masing orang gerakkan tangan masing-masing turunkan lintangan bambu di pundaknya. Begitu lintangan bambu telah di atas tanah, mereka segera tegak berjajar. “Kami tidak pernah membuat urusan! Tapi kami tidak akan tinggal diam jika kau berkata yang bukan-bukan!” kata laki-laki bercelana kolor warna merah. “Apa kalian kira aku juga suka membuat urusan?! Justru junjungan mu itu yang bikin ulah! Dia mengajakku ke sini, lalu merayu ku. Ujung-ujungnya dia mengambil pedangku!” “Sekali lagi kuperingatkan kau! Jangan bicara sembarangan!” Murid Pendeta Sinting tertawa panjang. “Apa kalian kira lenyapnya pedangku urusan main-main, hah?!” “Itu urusanmu! Yang jelas kami baru kali ini jumpa denganmu! Jadi adalah aneh kalau kau tiba-tiba menuduh macam-macam! Jangan-jangan kau hanya pura-pura!” “Kalian terlalu banyak bicara! Sekarang apa mau kalian?!” kata Joko seolah tidak sabar. “Kau telah dengar! Kami tidak suka bikin urusan. Tapi kalau kau memaksa, kami akan meladeni kemauan mu!” “Hem…. Begitu?! Aku ingin tahu, apakah kalian memang punya rangkapan nyawa!” Murid Pendeta Sinting angkat kedua tangannya dan langsung siapkan pukulan sakti ‘Lembur Kuning’. Seketika itu kedua tangannya disemburati warna kuning tanda dia telah kerahkan tenaga dalam. Di depan sana, Tokoh-tokoh Penghela Tandu tidak tinggal diam. Mereka segera bergerak membentuk barisan. Dua di depan dua lagi berada di belakang. Tangan masing-masing sudah pula terangkat. Sesaat Joko pandangi gerakan orang. Di seberang sana Tokoh-tokoh Penghela Tandu juga memandang tak berkesip. Saat lain, Joko sudah gerakkan kedua tangannya. Tokoh-tokoh Penghela Tandu segera pula bergerak maju dengan membentuk barisan saling menyilang. Saat bersamaan tangan masing-masing orang juga bergerak. “Tahan serangan!” Tiba-tiba terdengar seruan dari dalam tandu. Satu sosok tubuh melesat dan kini tegak menghalangi antara Joko dan Tokoh-tokoh Penghela Tandu. Murid Pendeta Sinting menatap tajam pada gadis yang tegak di hadapannya. Matanya menelurusi sekujur tubuh si gadis seolah ingin mengetahui di mana pedangnya disembunyikan. Namun Joko tidak bisa menduga-duga, karena matanya tidak menangkap pedang miliknya. “Tidak kusangka sama sekali kalau gadis cantik ini punya maksud buruk! Tapi aku harus berhati-hati…. Dengan hidupnya keempat manusia itu, berarti mereka dan gadis ini punya ilmu langka!” Baru saja Joko membatin begitu, gadis di hadapan murid Pendeta Sinting yang bukan lain adalah Putri Kayangan sudah angkat bicara. “Kira harus bicara! Ada yang tidak beres dalam urusan ini” “Tak ada lagi yang perlu dibicarakan! Dan yang tidak beres adalah kau sendiri! Kalau kau ingin bicara, serahkan dahulu pedangku!” Putri Kayangan tersenyum. “Kau harus percaya! Aku dan teman-temanku baru kali ini bertemu denganmu. Maka kita perlu bicara dahulu dan menunda urusan pedangmu!” Murid Pendeta Sinting tertawa pendek. “Aku perlu pedang itu! Aku tidak perlu bicara panjang lebar yang tidak ada gunanya!” “Pembicaraan kita masih ada hubungannya dengan pedangmu! Dan dari pembicaraan ini kuharap nantinya urusan bisa selesai!” “Tak ada yang bisa selesai di sini tanpa kau serahkan kembali pedangku!” “Bruss! Bruss! Bruss! Anak muda…. Jangan turutkan kekesalan hati! Ucapan gadis itu benar. Jadi beri kesempatan padanya untuk bicara! Kalau tidak, kau nanti akan merasa heran dan tambah kesal!” Tiba-tiba Datuk Wahing menyela. Putri Kayangan arahkan pandangannya pada Datuk Wahing lalu menjura hormat seraya berkata. “Gembira sekali hari ini aku bisa berjumpa dengan tokoh besar. Datuk Wahing terimalah hormatku….” Pada saat Putri Kayangan menjura hormat, keempat laki-laki di belakangnya membuat gerakan sama dengan Putri Kayangan. Mereka bungkukkan sedikit tubuh masing-masing. Pendekar 131 berpaling pada Datuk Wahing. “Kek! Kiranya tak ada yang perlu dibicarakan antara aku dengan dia! Jelas-jelas aku bersamanya di sini sebelum kau datang! Dia yang mengajakku ke sini! Dia meminta ku bercerita. Aku turuti permintaannya. Lalu dia merayu ku…. Dan akhirnya aku terlelap! Ketika kau datang, tiba-tiba aku siuman! Dia sudah tidak ada di sini! Dan pedangku lenyap! Apa lagi yang perlu dibicarakan?! Semuanya sudah jelas!” “Bruss! Bruss! Gadis cantik…. Kau jangan membuatku heran dengan ucapan sanjungan yang berlebihan!” ujar Datuk Wahing sambuti ucapan Putri Kayangan. Lalu arahkan pandangan matanya pada Pendekar 131. Dia tersenyum lalu berkata. “Anak muda…. Kau jangan heran jika kukatakan, ucapanmu benar menurut pandang matamu! Tapi keliru jika nanti kau telah dengar keterangan gadis cantik itu! Jadi, tabahkan hati untuk menunda urusan pedang dan bicaralah baik-baik dahulu….” “Kek! Kau sepertinya membela gadis ini! Apa hubunganmu dengannya?!” “Brusss! Heran…. Bagaimana kau bisa mengatakan aku membelanya?! Aku cuma memberi saran! Ini juga untuk kebaikanmu kelak agar kau tidak lagi merasa heran jika bertemu dengan urusan yang sama!” Murid Pendeta Sinting gelengkan kepala. “Urusan gila macam apa pula ini?!” “Ini bukan urusan gila…,” ujar Putri Kayangan. “Kau mau katakan dahulu siapa kau adanya?!” Joko menoleh pada Putri Kayangan. Dengan enggan dia akhirnya berucap. “Aku Joko Sableng!” “Melihat sikapmu tadi, tentu pedang yang kau kira kuambil adalah senjata sakti….” “Bukan hanya sakti, tapi aku bisa celaka kalau pedang itu hilang!” “Bisa sebutkan nama pedang itu?!” Joko menghela napas sejenak untuk menindih perasaan. Lalu berkata menjawab. “Pedang Tumpul 131!” Tiba-tiba Putri Kayangan membuat gerakan bungkukkan sedikit tubuhnya dan berkata. “Jika demikian saat ini aku sedang berhadapan dengan tokoh rimba persilatan bergelar Pendekar Pedang Tumpul 131! Terimalah hormatku….” Kali ini meski Putri Kayangan membuat sikap menjura, namun Tokoh-tokoh Penghela Tandu tidak mengikuti gerakan Putri Kayangan. Mereka hanya tegak sambil menatap lekat-lekat pada murid Pendeta Sinting. Pendekar 131 sendiri tidak sambuti gerakan Putri Kayangan. Dia hanya memandang sambil tertawa. Dalam hati dia berkata. “Ulah apa lagi yang hendak dilakukan gadis ini?! Tapi jangan kira aku bisa percaya lagi denganmu…!” “Pendekar 131! Aku tidak menyalahkanmu kalau kau menuduhku! Aku….” “Kau telah mengaku! Serahkan saja pedang itu!” Joko sudah memotong ucapan Putri Kayangan. “Ucapanku belum selesai…,” ujar Putri Kayangan. “Kau telah mengenaliku juga teman-temanku padahal kita baru saja bertemu. Aku bisa menduga jika sebelum ini kau jumpa dengan seorang gadis berbaju merah yang juga bersama empat laki-laki! Betul?” Pendekar 131 tidak menjawab. Putri Kayangan tidak marah. Malah sunggingkan senyum lalu lanjutkan ucapannya. “Aku menduga kau baru saja bertemu dengan Pitaloka dan teman-temannya….” “Kau jangan mengada-ada! Pandanganku masih normal! Aku tidak bertemu dengan Pitaloka! Aku bertemu denganmu!” Putri Kayangan masih juga sambuti ucapan murid Pendeta Sinting dengan bibir tersenyum. “Pandanganmu memang masih normal, Pendekar 131! Namun kau salah pandang. Yang baru kau jumpai bukan aku, tapi Pitaloka! Dia adalah saudara kembar ku! Dia juga punya empat teman laki-laki yang juga saudara keempat temanku itu!” Pendekar 131 tegak dengan tubuh sedikit bergetar. Matanya mendelik perhatikan lama-lama sekujur tubuh gadis di hadapannya. Lalu beralih pada satu persatu dari empat laki-laki di belakang Putri Kayangan. “Sebenarnya aku dan teman-teman tidak ingin terlibat dalam dunia persilatan! Namun akhir-akhir ini kami banyak mendapat tuduhan jelek! Padahal selama ini kami tidak pernah berbuat macam-macam! Kami masih coba bersabar, namun tudingan orang nampaknya sudah sangat keterlaluan! Akhirnya kami sepakat untuk menjernihkan masalah ini! Dan kami tahu siapa adanya orang yang melakukannya! Untuk itulah kami mengadakan perjalanan!” Putri Kayangan memberi keterangan. “Bruss! Bruss! Anak muda…. Kuharap penjelasan gadis itu tidak membuatmu heran dan lebih-lebih bisa kau terima!” Datuk Wahing angkat suara. Mungkin masih kaget, untuk beberapa saat murid Pendeta Sinting terdiam. Hanya bola matanya yang bergerak memandang silih berganti pada Putri Kayangan dan keempat laki-laki di belakang si gadis.



Pengadilan Neraka


Pengadilan Neraka
DOWNLOAD
Author : Zhaenal Fanani
language : id
Publisher: Pantera Publishing
Release Date : 2021-03-25

Pengadilan Neraka written by Zhaenal Fanani and has been published by Pantera Publishing this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2021-03-25 with Fiction categories.


PALING kanan adalah seorang nenek berambut putih lebat. Bagian belakang rambutnya dikelabang dua. Sedang bagian depannya diponi. Wajahnya dibedaki tebal. Bibirnya dipoles merah menyala. Pipi kanan kirinya diberi pewarna merah muda tipis-tipis. Nenek ini mengenakan pakaian atas berupa baju tanpa lengan dan sangat cingkrang. Hingga ketiak dan pusarnya kelihatan. Sementara pakaian bawahnya berupa celana pendek di atas lutut. Baju dan celana pendeknya berwarna merah. Nenek ini bukan lain adalah Dayang Sepuh. Di sebelah Dayang Sepuh, tegak pula seorang nenek berpakaian agak gombrong. Paras wajahnya hanya kelihatan sebagian karena bagian kiri kanannya tertutup oleh rambut dan kerudung hitamnya yang diletakkan di atas kepala melingkar ke leher terus menjulai sampai bagian depan perutnya. Nenek berkerudung hitam ini tidak bukan adalah Dewi Ayu Lambada. Di sebelah Dewi Ayu Lambada, tegak seorang kakek bermuka tirus panjang. Rambutnya putih dibiarkan bergerai. Kakek ini tegak dengan kepala sedikit didongakkan dan kedua tangan berkacak pinggang. Saat mendongak bagian atas tubuhnya tampak sedikit melengkung. Karena ternyata kakek ini tidak memiliki leher! Sambil mendongak, kakek ini bukan mulutnya lebar-lebar seolah ingin memperlihatkan mulutnya yang tidak ditumbuhi gigi! Kakek ompong ini tidak lain adalah dedengkot rimba persilatan yang dikenal dengan gelar Iblis Ompong. Di samping Iblis Ompong, tegak seorang kakek berpakaian agak lusuh. Rambutnya putih tipis. Seraya tegak, kakek ini tadangkan kedua tangan di belakang kedua telinganya. Begitu tegak kakek ini memandang beberapa saat ke arah tiga orang di sebelahnya. Dia sepertinya ingin berkata. Namun yang keluar hanyalah suara Uuukk! Uuukkk! Uuukkk! berulang kali. Ini satu tanda jika kakek ini adalah orang bisu. Dia memang kakek bisu dan tuli yang dikenal dengan sebutan Dewa Uuk. Melihat beberapa orang yang muncul, sesaat Kiai Laras menggeram. Namun dia tidak begitu pedulikan kemunculan orang. Justru pikirannya masih tertuju pada Kembang Darah Setan yang masih tergeletak di atas tanah. Setan Liang Makam pun rupanya tidak, acuh dengan kehadiran orang. Malah dia hanya melirik. Saat lain pandang matanya sudah tertuju pada Kembang Darah Setan. Tiba-tiba Kiai Laras melesat ke depan. Masih di atas udara kedua tangannya disentakkan ke arah Setan Liang Makam. Setan Liang Makam tak punya pilihan lain kecuali menghadang serangan lawan. Karena kalau menghindar, berarti memberi kesempatan pada orang untuk mendekati Kembang Darah Setan. Hingga begitu melihat sosok jubah hitam berkelebat ke depan dan kedua lengannya bergerak, cucu Nyai Suri Agung ini cepat menyongsong ke depan dengan kedua tangan membuat gerakan memukul. Rupanya Setan Liang Makam sudah nekat. Karena sekarang Kiai Laras sudah tahu kalau dirinya berkhianat bahkan hendak merebut kembali Kembang Darah Setan. Blammm! Untuk kesekian kalinya kawasan Kampung Setan dirancah suara ledakan. Saat lain sosok Setan Liang Makam terpental dan jatuh terkapar. Di seberang, Kiai Laras perdengarkan tawa panjang sebab sosoknya tidak bergeming sama sekali. Hingga sosoknya terus melesat ke depan. Saat lain tangan kanannya menyambar Kembang Darah Setan. Dan seolah tidak memberi kesempatan pada orang, begitu Kembang Darah Setan berada di tangannya langsung dikelebatkan ke arah sosok Setan Liang Makam! Wuuttt! Tiga sinar berwarna merah, hitam, dan putih berkiblat angker. Setan Liang Makam terkesiap. Sudah sangat terlambat baginya jika berkelebat hindarkan diri. Maka dengan segenap tenaga dalam yang dimiliki, cucu Nyai Suri Agung ini angkat kedua tangannya lalu disentakkan menghadang kiblatan sinar tiga warna yang mencuat dari Kembang Darah Setan. Senjata sakti yang pernah digenggamnya pada tiga puluhan tahun silam. Di sebelah samping, mungkin karena masih salurkan tenaga untuk mengatasi luka dalamnya, murid Pendeta Sinting tidak berani menghadang pukulan yang melabrak ke arah Setan Liang Makam. Dia tadi juga tidak berani berbuat ayal ikut memperebutkan Kembang Darah Setan yang sudah lepas dari genggaman tangan Kiai Laras dan tergeletak di atas tanah. Karena dia maklum, jika sosok tidak kelihatan di balik Jubah Tanpa Jasad masih mampu untuk menghadang dan berbuat sesuatu. Sementara dirinya harus pulihkan dahulu keadaan tubuhnya yang terluka dalam akibat bentrokan dengan Kiai Laras. Hingga dia hanya bisa memandang bagaimana sinar tiga warna melesat ganas ke arah Setan Liang Makam. Sementara melihat berkiblatnya sinar tiga warna, Dewi Ayu Lambada sudah hendak berkelebat dan ikut menghadang kiblatan sinar tiga warna yang menjurus ke arah Setan Liang Makam. Namun belum sampai Dewi Ayu Lambada berbuat lebih jauh, Dayah Sepuh yang tegak di samping segera palangkan tangan kanan menghalangi gerakan Dewi Ayu Lambada seraya berucap. “Jangan berani bertindak seperti orang kesetanan! Pukulan itu bukan sembarangan!” Dewi Ayu Lambada urungkan niat menolong Setan Liang Makam. Lalu berpaling pada Iblis Ompong seolah ingin minta pendapat tentang ucapan Dayang Sepuh. Iblis Ompong rupanya dapat menangkap maksud orang. Tanpa menoleh pada Dewi Ayu Lambada, kakek ompong ini berkata. “Aku melihat sesuatu yang tidak biasanya pada dirimu, Nek! Tidak biasanya kau ringan tangan membantu orang! Tapi kali ini begitu melihat tampang jerangkong itu kau jadi lain! Kau sepertinya rela mati demi dia! Jangan-jangan kau telah kasmaran pada jerangkong hidup itu! Hik…. Hik…. Hik…!” Habis berkata begitu, Iblis Ompong berpaling pada Dewa Uuk yang juga adalah adik kandung Dewi Ayu Lambada. Lalu lanjutkan ucapan. “Bagaimana pendapatmu tentang saudaramu itu?! Kau bangga punya ipar seperti dia?!” Iblis Ompong arahkan telunjuk tangan kanan pada Setan Liang Makam yang tengah sentakkan kedua tangannya menghadang kiblatan sinar tiga warna. Dewa Uuk dekatkan telinganya pada Iblis Ompong. Saat lain dia tarik pulang kepalanya. Entah karena tidak bisa mendengar ucapan Iblis Ompong atau salah artikan isyarat telunjuk Iblis Ompong, Dewa Uuk tiba-tiba tertawa panjang! Tapi dia tidak memberi isyarat jawaban atas ucapan iblis Ompong. “Dasar budek! Ditanya pendapat malah tertawa ngakak!” maki Iblis Ompong. Lalu mendongak dengan mulut dibuka lebar-lebar. Dewi Ayu Lambada amat geram mendengar ucapan Iblis Ompong. Dia sudah hendak gerakkan tangan kirinya. Namun sebelum berbuat sesuatu, terdengar ledakan menggelegar. Entah karena kaget, Iblis Ompong mental ke belakang. Sosoknya terhuyung-huyung hendak jatuh. Tapi begitu bagian atas tubuhnya sudah tertarik ke belakang hendak terjengkang, kakek ini julurkan kedua tangannya ke bawah. Sosoknya terhenti tertahan kedua tangannya yang menekan tanah. Saat lain dia membuat gerakan jungkir-balik lalu tegak membelakangi orang-orang di depan! Dayang Sepuh dan Dewi Ayu Lambada sesaat tampak juga terkejut mendengar suara gelegar ledakan akibat bentroknya sinar tiga warna dan gelombang dahsyat yang melesat dari kedua tangan Setan Liang Makam. Sosok kedua nenek ini terjajar ke belakang lalu tegak di samping Iblis Ompong. Hanya Dewa Uuk yang terlihat tenang-tenang saja. Malah sosoknya tidak bergeming sedikit pun meski gelegar di tempat itu laksana hendak meruntuhkan julangan beberapa batu karang. Namun begitu dia berpaling dan tidak lagi melihat ketiga orang sahabatnya, dia perlihatkan tampang ketakutan. Lalu putar kepala ke belakang. Kejap lain dia cepat-cepat berkelebat ke belakang dan tegak menjajari Iblis Ompong. Di seberang depan sana, sosok Setan Liang Makam sudah terkapar di atas tanah dengan pakaian sebagian hangus! Untuk beberapa saat, sosoknya diam tak bergerak. Cucu Nyai Suri Agung dari kerabat Kampung Setan ini merasakan sekujur tubuhnya panas laksana dipanggang. Dadanya seolah hendak meledak. Namun begitu, dia tidak juga semburkan darah dari mulutnya meski keadaannya sudah sangat parah. Ini mungkin karena susunan anggota tubuhnya hanya kerangka. Sementara di lain pihak, Kiai Laras hanya merasakan sentakan kecil pada dadanya. Kalaupun dia masih merasakan dadanya berdenyut nyeri, itu akibat bentrok pukulan dengan Pendekar 131. Kiai Laras putar tubuh menghadap murid Pendeta Sinting. Tanpa banyak bicara lagi Kembang Darah Setan diangkat. Murid Pendeta Sinting sesaat bimbang. Lalu selinapkan tangan kanan ke balik pakaiannya. Ketika ditarik di genggaman tangannya terlihat benda berwarna merah sebesar dua kali ibu jari. “Bagaimana aku harus menggunakan benda merah ini?! Langsung kuhantamkan begitu saja atau….” Joko berpikir dan sekali lagi menyesali diri mengapa tidak bertanya dahulu pada Gendeng Panuntun bagaimana cara menggunakan benda merah yang diambilnya dari pusar bayinya Pitaloka itu. Di pihak lain, melihat benda merah di tangan Joko, Kiai Laras urungkan niat untuk kelebatkan Kembang Darah Setan. Sepasang matanya memperhatikan seksama benda merah itu. Entah karena apa tiba-tiba dada Kiai Laras mulai berdebar. Namun dia segera tenangkan diri seraya berucap dalam hati. “Tubuhku masih dilapis Jubah Tanpa Jasad. Tanganku masih menggenggam Kembang Darah Setan. Apa yang perlu ditakutkan! Mereka boleh mengeroyokku bersama-sama!” Membatin begitu, Kembang Darah Setan segera dikelebatkan ke arah Joko! Wuuttt! Sinar tiga warna berkiblat lagi dari tangan Kiai Laras yang tidak kelihatan. Pendekar 131 bingung sesaat. Seraya melompat mundur, dia kerahkan tenaga dalam pada tangan kanannya yang menggenggam benda merah. Saat berikutnya tangan kanan disentakkan. Satu gelombang angin bergemuruh dahsyat ke depan. Namun Joko jadi tersentak sendiri. Benda merah di genggaman tangannya tidak membawa pengaruh sama sekali pada pukulannya. Hingga yang keluar melesat hanyalah gelombang angin biasa bertenaga dalam. Joko cepat hendak susuli pukulannya dengan pukulan ‘Sundrik Cakra’ yang tadi sempat membuat sosok Jubah Tanpa Jasad terkapar dan semburkan darah. Tapi keadaan Joko sudah sangat terlambat untuk kerahkan tenaga dalam. Hingga belum sampai tenaga dalam dikerahkan, di depan sana sinar tiga warna telah memporak-porandakan gelombang pukulan Joko! Saat bersamaan sosok Pendekar 131 sudah mencelat dan terbanting di atas tanah. Saat itulah tebaran sinar tiga warna melesat ganas ke arah Joko yang masih tergeletak di atas tanah! Kiai Laras perdengarkan tawa bergelak panjang. Apalagi saat melihat Pendekar 131 terkesiap dengan datangnya tebaran sinar tiga warna dan tidak bisa berbuat apa-apa! Dua jengkal lagi tebaran sinar tiga warna menghantam hangus sosok murid Pendeta Sinting, mendadak terdengar orang bersin-bersin beberapa kali. Saat yang sama beberapa gelombang menghampar ke arah tebaran sinar tiga warna. Di lain kejap satu cahaya putih berkiblat juga mengarah pada tebaran sinar tiga warna. Terdengar beberapa kali letusan. Tebaran sinar tiga warna semburat membubung ke udara. Gelombang yang datang melabrak serta cahaya putih yang berkiblat juga porak-poranda! Gelakan tawa Kiai Laras terputus. Sosoknya tersentak-sentak ke belakang. Di salah satu julangan batu karang terlihat dua sosok tubuh duduk bersila dengan tubuh masing-masing sama bergetar keras dan mata sama terpejam rapat. Kiai Laras kembali rasakan dadanya makin berdenyut nyeri. Namun perasaan marah membuat dia tidak pedulikan lagi sakit yang mendera dadanya. Dia segera berpaling ke arah salah satu julangan batu karang. Dia tahu pasti dari mana gelombang dan cahaya putih yang menghadang tebaran sinar tiga warna bersumber. “Datuk Wahing! Gendeng Panuntun!” desis Kiai Laras mendapati siapa gerangan adanya dua sosok yang duduk bersila di lamping salah satu julangan batu karang. Rombongan Dayang Sepuh yang sesaat tadi sudah akan lakukan hadangan juga segera menoleh. “Untung setan-setan itu sigap dan melakukan tugas dengan baik! Kalau tidak, mungkin pemuda setan itu sudah pulang ke tanah asalnya!” Dayang Sepuh bergumam. Setan Liang Makam yang tergeletak tak bergerak juga pentangkan mata dan melirik. Dia merasa sedikit lega melihat kemunculan dua orang sudah dikenalnya. Apalagi salah seorang yang duduk itu baru perdengarkan bersinan berkepanjangan dan laksana diperdengarkan dari delapan penjuru mata angin. Dia tahu benar ilmu apa yang baru saja dikerahkan orang. Karena ilmu itu satu-satunya ilmu langka yang dimiliki oleh mendiang neneknya dan diwariskan pada seorang muridnya yang bukan lain adalah Galaga atau sekarang dikenal kalangan rimba persilatan dengan gelaran Datuk Wahing. Orang di luar kerabat Kampung Setan yang diambil murid oleh Nyai Suri Agung dan menjadi saudara seperguruan Maladewa alias Setan Liang Makam. Dua kakek yang duduk bersila di samping julangan batu karang membuka kelopak mata masing-masing. Yang sebelah kiri bermata agak besar. Sementara yang sebelah kanan bermata putih tanda orang ini buta. Yang sebelah kiri tampak gerakkan kepalanya pulang balik ke depan ke belakang saat sepasang matanya terbuka. Mimik wajahnya membuat sikap seperti orang hendak bersin. Sementara orang yang matanya berwarna putih dongakkan sedikit kepalanya lalu mengusap cermin bulat pada bagian depan perutnya. Mereka berdua bukan lain adalah Datuk Wahing dan Gendeng Panuntun. Sementara itu, begitu dirinya selamat dari tebaran sinar tiga warna, Pendekar 131 segera kerahkan tenaga dalam. Dadanya sudah tidak terkirakan lagi sakitnya karena dia tadi menghadang kiblatan sinar tiga warna dengan andalkan pukulan biasa sebab menduga benda merah di genggaman tangan kanannya akan membawa pengaruh. Namun ternyata dugaan Joko meleset. Hingga tak ampun lagi dia harus menerima akibat agak fatal. Bahkan tatkala dia coba bergerak bangkit, dari mulutnya kembali kucurkan darah! Namun Joko tak mau menyerah begitu saja. Dia berusaha kuasai diri dengan kerahkan tenaga murni pada dadanya yang dirasa paling nyeri. “Hem…. Untung mereka datang…. Anehnya, mengapa benda merah ini tidak membawa pengaruh sama sekali?! Jangan-jangan semua keterangan orang selama ini hanya mainan saja! Tapi bagaimana bisa begitu?! Bukankah adanya benda merah di pusar bayi Pitaloka itu sudah merupakan sesuatu yang langka?! Hem…. Mungkin saja aku belum tahu bagaimana cara menggunakannya! Mudah-mudahan salah satu dari mereka yang ada di sini tahu bagaimana cara menggunakannya! Jika tidak…. Alamat akan celaka!” Berpikir begitu, setelah merasa dapat kuasai diri, murid Pendeta Sinting angkat suara. “Kek! Bagaimana cara menggunakannya?!” Datuk Wahing dan Gendeng Panuntun tidak menyahut meski mereka berdua tahu kalau pertanyaan Joko ditujukan pada mereka. Sementara Dayang Sepuh menoleh pada Dewi Ayu Lambada. “Hem…. Rupanya setan itu kebingungan menggunakan benda setan itu! Kau tahu bagaimana kira-kira menggunakannya?!” Dewi Ayu Lambada rapikan kerudung hitamnya seraya gelengkan kepala. “Kalau benda lain mungkin aku tahu!” “Benda lain yang mana yang kau maksud?!” Iblis Ompong menyahut. Lalu memandang pada Dewi Ayu Lambada dari sela kedua kangkangan kakinya. “Ya…. Pokoknya benda lain selain benda merah itu! Kalau belum jelas maksudku, pokoknya benda-benda yang membawa nikmatlah…!” “Setan gila! Kalau benda-benda yang membawa nikmat, tanpa bertanya pun aku sudah tahu bagaimana cara menggunakannya!” sambut Dayang Sepuh. “Ah…. Aku tahu benda apa yang kalian maksud! Apa kalian masih sering bermain-main dengan benda nikmat itu?!” Dewi Ayu Lambada menoleh pada Dayang Sepuh. “Kau masih sering bermain-main dengan benda nikmat itu?!” “Kau tanya pada orang yang salah!” Iblis Ompong buka suara. “Mana mungkin dia sering bermain-main dengan benda nikmat itu kalau kawin saja belum pernah?!” “Ah…. Kau juga salah ucap!” Dewi Ayu Lambada tak mau kalah. “Apa kalau untuk bermain-main saja perlu kawin dahulu?!” “Gila! Kalian setan gila semua!” seru Dayang Sepuh. Namun sesaat kemudian telah tertawa mengekeh.



Negeri Panggung


Negeri Panggung
DOWNLOAD
Author : Sutamat Arybowo
language : id
Publisher:
Release Date : 2008

Negeri Panggung written by Sutamat Arybowo and has been published by this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2008 with Folklore categories.




Pasang Surut Runtuhnya Kerajaan Hindu Buddha Dan Bangkitnya Kerajaan Islam Di Nusantara


Pasang Surut Runtuhnya Kerajaan Hindu Buddha Dan Bangkitnya Kerajaan Islam Di Nusantara
DOWNLOAD
Author : Rizem Aizid
language : id
Publisher: Anak Hebat Indonesia
Release Date : 2022-03-25

Pasang Surut Runtuhnya Kerajaan Hindu Buddha Dan Bangkitnya Kerajaan Islam Di Nusantara written by Rizem Aizid and has been published by Anak Hebat Indonesia this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2022-03-25 with History categories.


Kerajaan bercorak Islam pertama yang muncul di Nusantara bukanlah Kesultanan Samudera Pasai, melainkan Kerajaan Perlak. Melalui buku ini, Anda akan mengungkap sisi sejarah dari kerajaan-kerajaan di Nusantara, terutama perihal penyebab keruntuhan kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha dan kelahiran kerajaan-kerajaan Islam. Buku sejarah ini tidak hanya menyajikan faktor-faktor penyebab keruntuhan kerajaan Hindu-Buddha dan munculnya pelbagai kerajaan Islam saja. Akan tetapi, buku ini juga dilengkapi dengan penyajian sejarah yang detail dan komprehensif; mulai dari sejarah masuknya Hindu-Buddha dan Islam ke Nusantara, sejarah lahir hingga kejayaan setiap kerajaan-kerajaan termasuk daftar raja-raja yang pernah memerintah, dan sisa-sisa peninggalan kerajaan-kerajaan tersebut. Anda pun dapat mempelajari alur keruntuhan kerajaan Hindu-Buddha dan kelahiran kerajaan Islam di Nusantara. Apalagi, setiap materi sejarah yang disampaikan dalam buku ini dikemas secara runtut dan berdasarkan kajian pustaka yang tepercaya. Semoga kajian sejarah tentang kerajaan-kerajaan di Nusantara Anda semakin bertambah. Selamat membaca.