[PDF] Tabir Peta Shaolin - eBooks Review

Tabir Peta Shaolin


Tabir Peta Shaolin
DOWNLOAD
Battery Reconditioning
Ford Manuals

Download Tabir Peta Shaolin PDF/ePub or read online books in Mobi eBooks. Click Download or Read Online button to get Tabir Peta Shaolin book now. This website allows unlimited access to, at the time of writing, more than 1.5 million titles, including hundreds of thousands of titles in various foreign languages. If the content not found or just blank you must refresh this page



Tabir Peta Shaolin


Tabir Peta Shaolin
DOWNLOAD
Battery Reconditioning
Ford Manuals
Author : Zhaenal Fanani
language : id
Publisher: Pantera Publishing
Release Date : 2021-04-24

Tabir Peta Shaolin written by Zhaenal Fanani and has been published by Pantera Publishing this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2021-04-24 with Fiction categories.


HANTU Pesolek sudah tahu siapa gerangan yang menghadang pukulannya. Dia sudah siapkan pukulan. Namun begitu ekor matanya menangkap sosok Pendekar 131 yang sudah bangkit, pemuda berkebaya ini urungkan niat. Dia sentakkan tubuhnya berputar menghadap murid Pendeta Sinting. Saat lain sosoknya melesat. Meski masih merasakan kepalanya berkunang-kunang dan dadanya berdenyut nyeri serta anggota tubuhnya tegang kaku, Joko cepat membuat gerakan berkelebat. Joko tidak berusaha untuk menghadang Hantu Pesolek dengan menyongsong kelebatannya, karena dia sudah pernah mengalami dan akibatnya fatal. Kantong putih berisi peta wasiat pemberian Guru Besar Pu Yi lenyap diambil Hantu Pesolek. Maka kali ini dia tidak mau mengulangi kesalahannya. Di lain pihak, mendapati murid Pendeta Sinting berkelebat menyingkir. Hantu Pesolek melesat mengejar ke mana Joko menghindar. Joko tidak menunggu sampai tubuh Hantu Pesolek mendekat dan beradu tangan. Begitu masih sepuluh langkah lagi sosok Hantu Pesolek sampai, Pendekar 131 sudah sentakkan kedua tangannya. Wuuttt! Wuuutt! Dua gelombang dahsyat berkiblat. Hantu Pesolek terpaksa hentikan gerakan berkelebatnya dan serta-merta dorongkan kedua tangannya. Bummmm! Bentrok gelombang pukulan terjadi. Sosok Hantu Pesolek terdorong keras di udara lalu melayang turun. Tubuh Hantu Pesolek tampak terhuyung-huyung. Karena dia memapak pukulan waktu berada di udara. Sementara sosok Pendekar 131 hanya tersentak-sentak maju mundur. “Serahkan kantong dan gelang itu padaku!” Hantu Pesolek angkat suara. “Hem…. Tampaknya dia masih belum percaya dengan kantong di tangannya! Dia termakan ucapanku dan sikap Dewa Cadas Pangeran serta Dewa Asap Kayangan. Aku akan coba tawar menawar….” Joko membatin dalam hati. Lalu berkata. “Kau sudah memiliki kantong. Untuk apa kau minta kantong yang ada padaku?!” “Jangan bertanya! Turuti saja perintahku!” “Kita sama-sama punya kantong. Bagaimana kalau kita bertukar?!” “Aku minta kau serahkan kantong dan gelang itu padaku! Aku tidak minta….” Belum selesai ucapan Hantu Pesolek, Joko sudah menukas. “Kalau kau tidak mau bertukar, bagaimana kalau kau serahkan saja kantong di tanganmu padaku?! Bukankah kantong itu dahulu kau ambil dari tanganku?!” Hantu Pesolek tidak sambuti ucapan murid Pendeta Sinting dengan angkat suara. Melainkan langsung melompat ke depan sambil lepaskan pukulan. Joko tidak mau bertindak main-main apalagi dia yakin kantong di tangan Hantu Pesolek adalah kantong yang asli. Maka dia segera siapkan pukulan sakti ‘Lembur Kuning’. Hingga saat itu juga kedua tangannya pancarkan sinar kekuningan. Dan saat Joko sentakkan kedua tangannya, dua gelombang dahsyat berkiblat disertai sinar warna kuning yang semburkan hawa panas menyengat. Blaamr! Kembali terdengar ledakan keras. Sosok Hantu Pesolek tersapu ke belakang hingga beberapa langkah. Namun pemuda berkebaya ini masih bisa kuasai diri tidak sampai jatuh terjengkang meski parasnya berubah dan sosoknya bergetar keras. Hantu Pesolek cepat lipat gandakan tenaga dalam, karena dia tadi tidak menduga jika akan dihadang dengan pukulan dahsyat, hingga sosoknya sempat tersapu. Namun Hantu Pesolek tidak segera membuka pukulan, karena tiba-tiba dia merasakan mulutnya asin dan perutnya mual. Dia coba bertahan, tapi gagal hingga saat itu juga mulutnya mengembung sebelum akhirnya perdengarkan batuk muntahkan darah! “Jahanam keparat!” maki Hantu Pesolek mengutuki dirinya sendiri karena dia sama sekali tidak menduga kalau bentrokan pukulan itu akan membuatnya terluka dalam. Di lain pihak, karena sudah terluka akibat bentrok dengan Hantu Bulan Emas, bentrokan yang baru saja terjadi membuat dadanya makin sesak dan mulutnya megap-megap. Namun sejauh ini dia tidak mengalami luka dalam, karena pukulan yang dilepas Hantu Pesolek masih kalah dibanding pukulan yang dilepaskan Joko. Hantu Pesolek rangkapkan kedua tangannya di atas kening. Lalu kedua kakinya ditekuk dan duduk di atas tanah. “Apa pun yang dilakukan orang itu, pasti dia akan lepaskan pukulan andalannya!” Joko membatin. Lalu ikut-ikutan duduk di atas tanah dengan kedua tangan ditarik ke belakang. Saat itu juga telapak tangan kiri murid Pendeta Sinting berubah menjadi kebiruan. Inilah tanda kalau dia tengah siapkan pukulan sakti ‘Serat Biru’! Hantu Pesolek sentakkan kedua tangannya sejajar dengan dada. Lalu dihantamkan ke depan. Tidak ada suara deru yang terdengar. Gelombang pun tidak kelihatan. Tapi saat itu juga murid Pendeta Sinting rasakan sapuan angin gelombang luar biasa dahsyat. Hingga kalau dia tidak segera sentakkan kedua tangannya niscaya sosoknya akan segera terpental! Wuuutt! Wuutt! Dari tangan kiri Joko melesat serat-serat biru laksana benang. Hantu Pesolek tertawa panjang, membuat semua kepala berpaling. Namun tiba-tiba pemuda berkebaya itu putuskan tawanya. Saat lain pemuda ini melakukan tindakan hebat. Sosoknya melesat laksana terbang ke arah Pendekar 131 menerabas serat-serat biru! Hebatnya, meski serat-serat biru itu bukan serat-serat biasa, namun Hantu Pesolek sepertinya tidak merasakan apa-apa! Murid Pendeta Sinting melengak. Kuduknya jadi dingin mendapati pukulan ‘Serat Biru’-nya bukan saja tidak mampu menghantam Hantu Pesolek, namun pukulan itu laksana tidak punya kehebatan sama sekali. Hingga sosok Hantu Pesolek enak saja menerabas dan tidak merasakan apa-apa! “Menyingkiiiiir!” Tiba-tiba Dewa Asap Kayangan berteriak. Tanpa pikir panjang lagi Pendekar 131 sentakkan kedua kakinya ke atas tanah. Sosoknya berkelebat ke samping hindari gerakan sosok Hantu Pesolek. Tapi Joko jadi terkejut. Karena baru saja berkelebat ke samping, Hantu Pesolek sudah berada tiga langkah di depannya! “Menyingkirrrrrrr!” Lagi-lagi terdengar teriakan. Kali ini diperdengarkan Dewa Cadas Pangeran. Joko cepat turunkan kedua tangannya yang hendak lepaskan pukulan lagi ke arah Hantu Pesolek. Lalu berkelebat lagi menghindar. Tapi baru saja melesat, Hantu Pesolek sudah pula berada tidak jauh di hadapannya! “Pukullllll!” Hampir berbarengan Dewa Cadas Pangeran dan Dewa Asap Kayangan berseru. Meski masih dilanda keheranan, namun Joko segera angkat kedua tangannya dan langsung dihantamkan pada Hantu Pesolek. Hantu Pesolek sempat perdengarkan teriakan marah. Lalu papasi kedua tangan Joko dengan sentakkan kedua tangannya. Bukkk! Bukkk! Sosok Hantu Pesolek langsung terdorong keras di udara. Kedua tangannya mental balik. Lalu jatuh terjengkang di atas tanah dengan mulut semburkan darah. “Heran…. Bagaimana bisa begini?! Padahal pukulanku tadi pukulan biasa! Hanya mengandalkan tenaga dalam pada kedua tangan!” Joko membatin sambil pegangi kedua tangannya yang terasa ngilu dan mengembung merah. Hantu Pesolek menoleh pada Dewa Cadas Pangeran dan Dewa Asap Kayangan seraya pegangi dadanya. Sepasang matanya mendelik angker. “Dari mana mereka tahu kelemahanku?! Aku tak bisa terus berada di tempat ini! Aku bisa celaka!” Habis membatin begitu, Hantu Pesolek berteriak lantang. “Dewa Cadas Pangeran! Dewa Asap Kayangan dan kau pemuda asing! Malam ganda sepuluh ini jadi saksi urusan antara kita! Kalian boleh sembunyi sampai ujung bumi, di bawah tanah di atas langit! Tapi kalian kelak akan kucari dan tak mungkin lolos sampai urusan kita selesaikan!” Ucapannya belum selesai, Hantu Pesolek telah berkelebat. “Kau boleh pergi sampai ujung dunia, sampai ke dalam tanah dan sampai ke atas langit! Tapi serahkan dahulu kantong di tanganmu! Itu kantongku!” Joko berteriak lalu melompat dan berdiri menghadang. “Kawanku Hantu Pesolek…,” kata Dewa Asap Kayangan. “Turuti saja permintaan kawan kita itu! Urusan nanti kita selesaikan kelak di kemudian hari!” “Kami tahu kelemahanmu!” Dewa Cadas Pangeran menyabut. “Kalau kau masih ingin selesaikan urusan kelak kemudian hari, turuti apa yang diminta pemuda kawan kita itu! Jika tidak, berarti urusan itu akan kita selesaikan malam ini juga!” Tengkuk Hantu Pesolek jadi merinding. “Daripada nyawaku melayang dengan membawa dendam tak terbalas, lebih baik kuturuti saja permintaannya! Dengan begitu aku masih punya kesempatan untuk membalas!” Tanpa buka suara, tangan Hantu Pesolek menyelinap ke balik pakaiannya. Ketika tangannya ditarik keluar dan disentakkan, kantong putih melayang tercampak di atas tanah! “Kantong itu adalah titipan nyawa kalian! Kelak aku akan mengambilnya lagi beserta nyawa kalian!” seru Hantu Pesolek. Sekali membuat gerakan sosoknya berkelebat menuruni Bukit Toyongga. “Jangan mimpi kau bisa lari!” Tiba-tiba Dewi Bunga Asmara membentak garang. Namun sebelum sosoknya sempat berkelebat mengejar Hantu Pesolek, Dewa Cadas Pangeran telah berkata. “Gadis cantik…. Sakit hati memang belum tuntas. Tapi kau harus sadar. Lagi pula kelak mungkin kau masih bisa berjumpa dengannya lagi. Kau tak usah mencarinya, karena dia akan datang mencariku. Kau cukup bersamaku kalau ingin bertemu dengannya lagi….” Walau kemarahannya masih membuncah akibat kematian gurunya di tangan Hantu Pesolek, namun ucapan Dewa Cadas Pangeran masih membuat Dewi Bunga Asmara berpikir. Hingga dia batalkan niat untuk mengejar Hantu Pesolek. Sebaliknya segera melangkah ke arah sosok mayat Ratu Selendang Asmara. Di lain pihak, begitu Hantu Pesolek berlalu, murid Pendeta Sinting segera melompat mengambil kantong putih yang tercampak di tanah. Namun baru saja tangan kanan Pendekar 131 menjulur ke bawah, satu deruan dahsyat menghampar. Gelombang pukulan menggebrak diiringi semburatnya asap hitam. Murid Pendeta Sinting sempat berseru kaget. Dia urungkan niat untuk mengambil kantong di tanah. Selain karena tiba-tiba pemandangan menjadi hitam pekat, dia harus cepat menghadang pukulan yang datang. Joko cepat putar tubuh. Bersamaan itu kedua tangannya bergerak menyentak. Wuutt! Wuuuutt! Sinar kuning berkiblat disertai suara gemuruh luar biasa dan hawa panas menyengat. Inilah tanda kalau Joko lepaskan pukulan ‘Lembur Kuning’. Kali ini Joko memang tidak segan-segan lepaskan pukulan andalan, karena dia maklum bukan saja nyawanya yang harus diselamatkan, namun kantong di atas tanah juga tidak boleh lepas ke tangan orang lain. Untuk kesekian kalinya puncak bukit dibuncah ledakan keras. Asap hitam langsung semburat berantakan. Saat bersamaan satu sosok hitam terpental mencelat lalu terjengkang di atas tanah. Joko sendiri tampak terhuyung-huyung sebelum akhirnya jatuh terduduk. Ketika dia luruskan kepalanya ke depan, di seberang sana sosok hitam yang telah terjengkang bergerak bangkit. Ternyata orang ini adalah Bayangan Tanpa Wajah. Bayangan Tanpa Wajah sendiri langsung kerahkan telaga dalamnya. Seolah tidak mau memberi kesempatan, dia sudah berkelebat ke depan sebelum Pendekar 131 bergerak bangkit. Mungkin menduga lawan telah terluka cukup parah setelah bentrok dengan Hantu Bulan Emas dan Hantu Pesolek, Bayangan Tanpa Wajah terus melesat ke depan. Dan tahu-tahu kaki kanannya sudah lepas tendangan ke arah kepala Joko sementara tangan kiri kanannya lepaskan hantaman ke arah perut. Joko sentakkan tubuhnya ke belakang. Kakinya diangkat tinggi-tinggi seolah membuat gerakan bersalto. Bukkkk! Buukk! Bayangan Tanpa Wajah perdengarkan seruan tegang tertahan. Sosoknya terbanting ke samping dan jatuh menghantam tanah. Di lain pihak, kedua kaki Joko yang terangkat ke atas langsung mental ke bawah dan menggebrak tanah hingga perdengarkan debuman keras dan membuat lobang menganga! Terhuyung-huyung Bayangan Tanpa Wajah beranjak bangkit. Saat lain laki-laki berkulit hitam legam ini takupkan kedua tangannya sejajar dada. Kejap itu juga terlihat bayangan hitam seolah-olah keluar dari sosok tubuh Bayangan Tanpa Wajah. Hingga yang terlihat sekarang adalah dua sosok tubuh. Karena sudah pernah bentrok dengan Bayangan Tanpa Wajah, Joko tahu persis apa yang hendak dilakukan Bayangan Tanpa Wajah. Hingga begitu dari sosok tubuh Bayangan Tanpa Wajah akan keluar lagi satu bayangan hitam, murid Pendeta Sinting segera lepaskan pukulan ‘Lembur Kuning’ ke arah sosok Bayangan Tanpa Wajah. Bayangan Tanpa Wajah terlengak. Terlambat baginya membuat gerakan menghadang atau menghindar. Hingga tanpa ampun lagi sosok Bayangan Tanpa Wajah tersapu mental hingga beberapa tombak sebelum akhirnya terkapar di atas tanah dengan pakaian terbakar dan mulut muntahkan darah. Laki-laki ini sempat mengejang beberapa saat sebelum akhirnya diam tak bergerak-gerak lagi.



Wasiat Darah Di Bukit Toyongga


Wasiat Darah Di Bukit Toyongga
DOWNLOAD
Battery Reconditioning
Ford Manuals
Author : Zhaenal Fanani
language : id
Publisher: Pantera Publishing
Release Date : 2021-04-24

Wasiat Darah Di Bukit Toyongga written by Zhaenal Fanani and has been published by Pantera Publishing this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2021-04-24 with Fiction categories.


"DIA bersekongkol dengan Bu Beng La Ma dan pemuda asing itu!” Hantu Bulan Emas berkata dengan suara keras. Baginda Ku Nang terkejut. Dia kini alihkan pandangannya pada Guru Besar Liang San. Guru Besar Liang San tegak dengan tubuh bergetar. Kemarahannya sudah memuncak. Dia sudah membuat gerakan hendak berkelebat ke arah Hantu Bulan Emas. Namun Baginda Ku Nang mendahului dengan berkata. “Guru Besar…. Apa benar?!” Guru Besar Liang San urungkan niat. Dia hadapkan wajah pada sang Baginda. “Amitaba… Harap Baginda tidak termakan dengan fitnahnya!’ Mendengar ucapan Guru Besar Liang San, Hantu Bulan Emas tertawa dan kembali buka suara. “Kau lupa bertemu denganku di Kuil Atap Langit?!” “Aku memang berada di sana. Tapi…� Sebelum Guru Besar Liang San selesaikan ucapannya, Hantu Bulan Emas sudah memotong. “Jangan berdalih. Guru Besar! Siapa pun saat itu tahu jika pemuda asing itu berada di Kuil Atap Langit! Adalah hal aneh kalau keberadaanmu di sana hanya sebuah kebetulan belaka! Apalagi selama ini kau diketahui jarang bergaul, lebih-lebih dengan Bu Beng La Ma!” “Kau jangan mengarang cerita! Aku benar-benar tak tahu kalau saat itu pemuda dari seberang itu ada di sana! Dan tujuanku ke sana pun semata-mata ingin memberitahukan tentang peristiwa yang baru saja terjadi!” Lagi-lagi Hantu Bulan Emas tertawa mendengar ucapan Guru Besar Liang San. Saat lain dia kembali angkat suara seraya mendongak. “Alasanmu tidak masuk akal. Guru Besar! Tanpa kau beri tahu pun, kelak semua orang akan tahu dan mendengar! Dan kalaupun benar kau ingin memberi tahu, berarti ada yang tak beres dengan peristiwa di perguruanmu itu! Kau sengaja memberi tahu orang agar orang tidak merasa curiga jika kau ikut mendalangi peristiwa itu!” “Tutup mulutmu!” bentak Guru Besar Liang San sambil melirik sesaat pada sang Baginda. Dia diam-diam merasa khawatir kalau sang Baginda percaya dengan ucapan Hantu Bulan Emas. Di lain pihak, Baginda Ku Nang sebenarnya merasa curiga begitu mendengar keterangan Hantu Bulan Emas. “Hem…. Dia mendatangi Kuil Atap Langit. Sementara pemuda asing itu berada di sana! Jangan-jangan dia selama ini bermuka dua! Menjalin hubungan denganku untuk memperoleh separo peta wasiat yang berada di Perguruan Shaolin, lalu secara diam-diam menjalin hubungan pula dengan Bu Beng La Ma untuk mendapatkan separo peta wasiat yang disebut-sebut berada di tangan pemuda asing itu! Kalau benar begitu, berarti separo peta wasiat itu sudah berada di tangannya!” Membatin sampai di situ, akhirnya sang Baginda berujar. “Guru Besar…. Agar tidak terjadi pertumpahan darah yang tidak berguna, harap kau mau berterus terang pada kami yang berada di sini!” Dada Guru Besar Liang San berdebar tidak enak. “Berterus terang bagaimana, Yang Mulia?!” katanya dengan suara bergetar. “Kau telah mendapatkan peta wasiat yang selama Ini dikabarkan berada di tangan pemuda asing itu! Dengan begitu, berarti urusan peta wasiat itu sudah selesai!” “Amitaba…. Baginda percaya dengan ucapannya?!” kata Guru Besar Liang San seraya ganti arahkan telunjuk Jarinya pada Hantu Bulan Emas. “Masalahnya bukan percaya atau tidak! Tapi kalau kau mau berterus terang, kita bisa cegah pertumpahan darah yang tiada gunanya! Karena kau sendiri pasti tahu, siapa pun orangnya yang akan hadir di tempat ini, pasti tidak bukan ingin memiliki peta wasiat itu!” “Yang Mulia! Peta wasiat itu tidak berada di tanganku! Dan kalaupun benar peta wasiat itu sudah ada di tanganku, tak mungkin aku datang ke tempat ini!” Baginda Ku Nang tertawa pendek dengan gelengkan kepala. “Guru Besar… Bukannya aku tidak percaya padamu. Tapi aku sependapat dengan sahabat Hantu Bulan Emas. Adalah aneh kalau kau datang ke Kuil Atap Langit, sementara pemuda asing itu berada di sana! Dan kau berdalih kedatanganmu hanya perlu memberitahukan akan peristiwa yang terjadi! Seandainya kau tadi berkata kedatanganmu ke Kuil Atap Langit semata-mata mengejar pemuda asing itu, mungkin aku tidak merasa aneh!” “Yang Mulia…. Harap tidak curiga, karena….” “Guru Besar!” potong sang Baginda. “Kalau kau masih juga berdalih, itu membuatku makin curiga! Bahkan aku bisa menduga, kedatanganmu ke tempat ini hanya semata-mata agar kau tidak dituduh sudah mendapatkan peta wasiat itu! Sekarang berterus teranglah!” “Yang Mulia boleh percaya atau tidak! Yang jelas, aku belum mendapatkan peta wasiat itu!” Baru saja Guru Besar Liang San berkata begitu, satu sosok tubuh berkelebat dan tegak di sebelah ujung puncak bukit sana. Dia adalah seorang perempuan mengenakan pakaian warna hitam panjang. Paras wajahnya tidak bisa dikenali karena dia sengaja menutupi wajahnya dengan cadar hitam dan hanya menyisakan dua lobang tepat pada kedua pasang matanya. Untuk beberapa saat, semua kepala di tempat itu berpaling. Hanya Dewa Cadas Pangeran yang tidak membuat gerakan menoleh. Sebaliknya orang tua ini melangkah ke arah sebatang pohon, lalu enak saja dia duduk bersandar setelah menarik bumbung bambu yang tadi dibuat duduk. Di lain pihak, begitu semua kepala berpaling ke arahnya, si perempuan bercadar sapukan pandang matanya ke semua orang. “Hem… Nyatanya dia belum muncul! Apakah dia tidak tahu urusan di tempat ini?! Sebaiknya aku menunggu… Aku tidak akan ikut campur urusan orang-orang itu. Karena kedatanganku bukan untuk peta wasiat itu!” Habis bergumam begitu, perempuan bercadar hitam melangkah mendekati sebatang pohon tidak jauh dari Dewa Cadas Pangeran. Dia tegak bersandar di sana tanpa buka mulut bahkan alihkan pandangannya ke samping bukit seolah menunggu seseorang! Kemunculan perempuan bercadar hitam membuat semua orang di tempat itu sempat bertanya-tanya, karena mereka memang belum pernah mengenali ada seorang tokoh yang berciri demikian. Namun karena saat itu semua tengah tenggelam oleh ketegangan antara Guru Besar Liang San dan Hantu Bulan Emas serta Baginda Ku Nang, mereka tidak pedulikan lagi tentang siapa adanya perempuan bercadar hitam. Malah begitu si perempuan melangkah mendekati pohon, Baginda Ku Nang sudah angkat bicara. “Guru Besar…. Kurasa tidak ada gunanya kau terus berdusta! Lagi pula sebenarnya peta wasiat itu milik perguruanmu!” “Itu cerita lama, Yang Mulia!” Hantu Bulan Emas menyahut. “Saat ini, siapa pun juga punya hak untuk memiliki peta wasiat itu!” “Benar! Peta wasiat itu dibuat bukan semata-mata diperuntukkan bagi Perguruan Shaolin! Tapi bagi semua kalangan rimba persilatan!” Ratu Selendang Asmara yang sejak tadi diam, menimpali ucapan Hantu Bulan Emas. Guru Besar Liang San menggeram marah. Dan karena pangkal dari semua tuduhan yang kini diarahkan padanya berasal dari ucapan Hantu Bulan Emas, Guru Besar Liang San tumpahkan kemarahannya pada Hantu Bulan Emas. Hingga tanpa buka mulut sambuti ucapan sang Baginda, Hantu Bulan Emas, serta Ratu Selendang Asmara, dia berkelebat ke arah Hantu Bulan Emas! Tampaknya Hantu Bulan Emas bisa membaca gelagat. Begitu Guru Besar Liang San membuat gerakan, dia ikut berkelebat menyongsong. Namun belum sampai jauh bergerak, satu sosok bayangan berkelebat dan langsung memotong gerakan Guru Besar Liang San! Guru Besar Liang San cepat hentikan kelebatan dan tegak di atas tanah dengan tampang angker. Saat lain dia berpaling sedikit untuk mengetahui siapa sosok yang menghadang gerakannya. Saat bersamaan, Hantu Bulan Emas juga hentikan kelebatannya yang hendak menyongsong Guru Besar Liang San. Dia menoleh ke kanan. Dia terkesiap sejenak. Kejap lain dia melesat dan tegak di samping sosok yang baru saja menghadang gerakan Guru Besar Liang San. “Ouw Kui Lan!” bisik Hantu Bulan Emas seraya perhatikan orang di sampingnya yang ternyata adalah seorang perempuan berparas cantik mengenakan pakaian warna putih tipis hingga lekukan sekujur tubuhnya terlihat jelas. Rambutnya yang hitam lebat disanggul sedikit ke atas dan sebagian digeraikan di pipi kanan kirinya. Pada kepalanya mengenakan sebuah mahkota berwarna kekuningan bergambar bulan sabit. Dia bukan lain adalah Ouw Kui Lan atau yang lebih dikenal orang dengan Bidadari Bulan Emas, murid tunggal Hantu Bulan Emas. “Kedatanganmu ke tempat ini satu bukti jika kau gagal dengan pekerjaanmu!” Bidadari Bulan Emas sapukan pandangannya dahulu pada semua orang yang berada di tempat itu, Lalu berpaling pada Hantu Bulan Emas dan berkata dengan sedikit bungkukkan tubuh. “Maaf, Guru! Aku telah berusaha…., Bahkan semua petunjukmu telah kulakukan. Dan hampir saja aku dapat menyelesaikan pekerjaan itu! Sayang…. Seseorang telah menggagalkan pekerjaanku!’ Bidadari Bulan Emas alihkan pandang matanya ke arah Guru Besar Liang San yang tegak tidak jauh di hadapannya. Saat bersamaan tangannya terangkat menunjuk pada Guru Besar Liang San dan berseru lantang. “Dialah orangnya!” Hantu Bulan Emas sengatkan sepasang matanya ke batok kepala Guru Besar Liang San. Tanpa buka mulut lagi dia melesat. Namun Baginda Ku Nang telah mendahului berkelebat bergerak dan tegak di hadapan Guru Besar Liang San seraya berkata. “Aku tidak ingin terjadi silang sengketa! Dan jalan satu-satunya adalah, kuharap Guru Besar Liang San mau serahkan peta wasiat itu padaku! Tapi semua harap tidak punya rasa prasangka padaku!” Baginda Ku Nang sapukan pandangannya pada semua orang yang ada di tempat itu. lalu lanjutkan ucapan. “Aku tahu, semua orang menginginkan peta wasiat itu! Dan hal ini pasti akan menimbulkan pertikaian yang berakhir dengan pertumpahan darah! Aku….” “Apakah dengan peta wasiat di tangan penguasa, berarti keadaan akan bisa lebih aman?! Apakah kalau peta wasiat berada di tangan Yang Mulia, berarti pertumpahan darah bisa dihindari?! Apakah jika peta wasiat di tangan pihak kerajaan, berarti perebutan ini bisa diakhiri?!” Guru Besar Liang San sudah menyahut dengan suara keras sebelum Baginda Ku Nang selesai dengan ucapannya. Baginda Ku Nang terlihat marah. Namun dia masih coba menindih perasaan. Seraya pentangkan mata dia berkata. “Aku minta peta wasiat itu bukan untuk disimpan, lebih-lebih untuk kumiliki! Karena hal itu tidak menyelesaikan urusan! Karena hal itu tidak akan membuat keadaan bisa lebih aman! Karena hal itu tidak bisa hindarkan dari pertumpahan darah! Karena hal itu tidak bisa mengakhiri perebutan!” Suara sang Baginda terdengar bergetar dan keras membahana seolah menyentak kesunyian puncak Bukit Toyongga. “Lalu untuk apa?!” Tiba-tiba satu suara menyahut. Suara ini juga tak kalah bergetar dan kerasnya. Hanya saja semua orang di tempat itu tahu, jika suara yang baru saja terdengar disuarakan oleh seorang perempuan! Anehnya, meski semua orang di tempat itu sama putar kepala selain kepala Dewa Cadas Pangeran, mereka tidak menemukan si orang yang baru saja buka suara! Keadaan mendadak sunyi laksana kuburan. Hanya beberapa mata yang terlihat saling lontar pandang dengan penuh curiga. Dan belum sampai ada yang angkat suara lagi, tiba-tiba puncak Bukit Toyongga kembali dipecah dengan terdengarnya satu suara. “Aku bertanya! Mengapa tidak ada yang memberi jawaban?! Untuk apa, hah?! Untuk apa peta wasiat itu?!” Semua orang sempat terkejut. Kalau suara yang pertama tadi jelas diperdengarkan oleh perempuan, kali ini suara itu jelas diperdengarkan oleh laki-laki! Bidadari Bulan Emas dan Guru Besar Liang San kerutkan kening masing-masing. Dan hampir bersamaran, mereka bergumam. “Pemuda berkebaya itu!” Mereka jelas tahu, karena mereka berdua sudah pernah mendapati hal yang sama beberapa hari yang lalu. Mereka berdua kembali gerakkan kepala mencari. Namun sejauh ini mereka belum juga bisa menemukan sosok orang yang dicari. Di lain pihak, Baginda Ku Nang sempat hendak berkelebat. Namun entah karena apa, tiba-tiba dia batalkan niat. Sebaliknya dia kerahkan sedikit tenaga dalamnya lalu berteriak. “Kau bertanya! Aku yang akan jawab! Peta wasiat itu kuminta untuk kumusnahkan! Dengan begitu, tidak akan ada lagi perebutan apalagi pertumpahan darah!” Terdengar suara orang tertawa panjang. Lalu terdengar lagi ucapan yang tak kalah lantangnya dengan jawaban Baginda Ku Nang. “Peta wasiat itu dibuat bukan untuk dimusnahkan! Tapi diperuntukkan bagi siapa saja yang mampu untuk memegangnya! Dan kalaupun hal itu akan membawa pertumpahan darah, itu akibat bodohnya orang yang merebut! Lagi pula tidak akan ada rimba persilatan tanpa tetesan darah yang mengalir!” “Kalian berani berkata lantang! Tapi mengapa tidak berani unjuk muka?!” kata Baginda Ku Nang. Sang Baginda menduga yang perdengarkan suara adalah dua orang. Sementara itu begitu yakin siapa orang yang perdengarkan suara, diam-diam Guru Besar Liang San membatin. “Pemuda asing bergelar Pendekar 131 Joko Sableng itu mengatakan peta wasiat telah diambil pemuda berkebaya yang suaranya baru saja terdengar. Hem… Aku belum percaya benar, tapi dari sikapnya, jelas aku bisa membaca jika ucapannya tidak berdusta! Ini saatnya aku merebut dari tangan pemuda berkebaya itu!” Guru Besar Liang San takupkan kedua tangan di depan dada. Sepasang matanya dipejamkan. Kejap lain dia buka kelopak matanya dan perlahan-lahan dia bergerak memutar ke satu arah. Saat berikutnya dia membuat gerakan. Sosoknya berkelebat. Semua orang di tempat itu sama terkejut. Lebih-lebih Baginda Ku Nang dan si Panglima. Mereka berdua khawatir jika Guru Besar Liang San berkelebat melarikan diri. Hingga begitu Guru Besar Liang San berkelebat, sang Baginda dan sang Panglima segera pula mengejar. Namun bersamaan dengan itu, tepat ke arah mana Guru Besar Liang San berkelebat, satu sosok tubuh melesat menyongsong sosok Guru Besar Liang San!



Bidadari Delapan Samudra


Bidadari Delapan Samudra
DOWNLOAD
Battery Reconditioning
Ford Manuals
Author : Zhaenal Fanani
language : id
Publisher: Pantera Publishing
Release Date : 2021-04-24

Bidadari Delapan Samudra written by Zhaenal Fanani and has been published by Pantera Publishing this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2021-04-24 with Fiction categories.


SEPASANG kaki Pendekar 131 laksana disapu gelombang dahsyat hingga tersurut dua tindak, saking kagetnya mendengar pertanyaan orang. Sepasang matanya mendelik besar. Namun dia segera dapat kuasai diri setelah membatin. “Mungkin Dewa Asap Kayangan telah bercerita padanya tentang diriku hingga dia bisa tahu kalau aku berasal dari negeri asing! Dan rupanya perempuan berkerudung tadi berkata benar. Ini adalah Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai…. Hem…. Bagaimana lembah begini bisa dinamakan Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai?! Aku tidak melihat adanya tan da-tanda yang pantas lembah ini dinamakan Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai…. Tapi itu tidaklah penting! Yang jelas aku telah menemukan lembah yang kucari…!” “Pendekar 131! Kau telah dengar pertanyaanku. Kuharap kau segera memberi jawaban!” “Aku ingin bertemu dengan Dewa Asap Kayangan…” “Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai bukan tempat tinggalnya Dewa Asap Kayangan! Kau salah alamat jika ingin bertemu dengannya di sini!” “Tapi Dewa Asap Kayangan berjanji menungguku di tempat ini….” “Kau jangan bicara dusta! Kapan dan di mana dia mengatakannya?!” tanya orang yang duduk bersila di atas altar batu cadas. “Tidak lama berselang, di puncak Bukit Toyongga!” “Hem….” Orang di atas altar batu cadas mendehem. Lalu berpaling ke arah mana murid Pendeta Sinting tegak berdiri. Namun Joko tidak bisa melihat raut wajah orang, karena wajah itu tertutup julaian kerudung putih yang diletakkan di atas kepalanya dan ditekan dengan rangkapan kedua tangannya di depan dada. “Kakakku Dewa Asap Kayangan memang telah cerita tentang janjinya dengan seseorang! Namun karena ada sesuatu yang harus segera dilakukan, dan yang ditunggu tidak juga segera muncul, terpaksa dia pergi dengan pesan agar aku memberi penjelasan yang diinginkan orang yang hendak menemuinya!” Habis berkata begitu, orang yang duduk bersila putar kepalanya lagi lurus ke depan. Namun sebelum murid Pendeta Sinting sempat angkat suara, orang di atas altar batu cadas sudah berucap lagi. “Dari jawabanmu, sepertinya kaulah orang yang ditunggu! Tapi itu belumlah membuatku yakin jika kau adalah orang yang membuat perjanjian dengan Dewa Asap Kayangan saat berada di puncak Bukit Toyongga!” Joko kernyitkan dahi. “Aku tak paham apa maksudmu…!” “Jawaban kata-kata bisa dibuat. Tapi tidak demikian halnya dengan bukti! Dan aku baru percaya kaulah orang yang membuat janji pertemuan jika kau bisa tunjukkan bukti!” “Bukti apa yang kau minta?!” tanya murid Pendeta Sinting masih dengan dahi berkerut. “Hasil dari peristiwa di puncak Bukit Toyongga!” Pendekar 131 terdiam beberapa lama. “Bukti yang diminta pasti peta wasiat itu!” Joko membatin menebak apa ‘yang diminta orang. “Anak muda! Aku tidak punya waktu banyak untuk menunggu! Kalau kau tidak bisa menunjukkan bukti dari hasil apa yang terjadi di puncak Bukit Toyongga, kuharap kau segera angkat kaki dari sini! Carilah Dewa Asap Kayangan. Hanya saja kau perlu tahu. Kakakku itu tidak punya tempat tinggal tetap….” “Hem…. Apa yang harus kulakukan?! Di negeri asing begini, rasanya sulit mencari manusia seperti Dewa Asap Kayangan! Tapi mungkinkah adiknya ini bisa memenuhi permintaanku…?! Seandainya saja aku paham daerah ini dan tahu di mana tempat tinggalnya Dewa Cadas Pangeran, mungkin tak sampai aku berurusan dengan orang ini…. Bodohnya diriku! Seharusnya aku bertanya sekalian pada perempuan berkerudung tadi! Dia mau menjelaskan apa yang kuminta tanpa minta bukti segala! Tidak seperti orang yang duduk membaca mantera itu! Sudah wajahnya ditutup, lalu minta bukti lagi!” Joko menggerutu dalam hati. Lalu buka mulut. “Aku akan tunjukkan bukti bahwa akulah yang membuat janji dengan Dewa Asap Kayangan. Tapi sebelumnya aku minta ketegasan….” “Katakan ketegasan apa yang kau inginkan?!” “Kau nantinya mau mengantarku jika aku ingin menemui orang lain lagi?!” “Aku telah berjanji pada kakakku. Dan aku pantang ingkar! Ke mana dan apa pun yang kau minta aku akan berusaha memenuhinya!” “Hem…. Aku harus pastikan dahulu apakah dia tahu di mana tempat tinggal Dewa Cadas Pangeran….” Joko berkata dalam hati. Lalu buka suara. “Kau tahu tempat tinggalnya Dewa Cadas Pangeran?!” Yang ditanya perdengarkan tawa perlahan bernada seakan mengejek. Lalu berkata. “Kau boleh percaya atau tidak. Dewa Asap Kayangan tidak pernah cerita panjang lebar padaku. Dia hanya bilang akan kedatangan seseorang. Tapi aku tahu banyak tentang apa yang telah terjadi!” Orang yang mengaku sebagai adik kandung Dewa Asap Kayangan ini hentikan ucapannya sesaat. Lalu dongakkan kepala dan lanjutkan ucapan. “Aku tahu tewasnya Yang Mulia Baginda Ku Nang, juga Panglima Muda Lie, dan nenek bergelar Ratu Selendang Asmara, serta Hantu Bulan Emas, dan Bayangan Tanpa Wajah…. Aku juga tahu tentang perselisihan antara gadis bernama Mei Hua dengan Dewi Bunga Asmara dan Siao Ling Ling serta Bidadari Bulan Emas karena memendam rasa padamu! Bahkan aku tahu siapa yang memberi keterangan padamu hingga kau sampai muncul di Lembah Tujuh Bintang Tujuh Sungai ini! Bukankah yang memberimu petunjuk adalah seorang perempuan berkerudung?! Aku bukan seorang peramal. Tapi aku tahu pasti, perempuan berkerudung itu tidak mau sebutkan siapa dirinya dan di mana tempat tinggalnya meski kau berusaha ingin tahu!” “Busyet! Bagaimana dia bisa tahu hal sebanyak itu?! Peristiwa di puncak Bukit Toyongga mungkin saja dia mendengar cerita dari Dewa Asap Kayangan walau dia mengaku Dewa Asap Kayangan tidak cerita apa-apa. Tapi mengenai perempuan berkerudung yang memberi petunjuk itu…. Sewaktu aku berbincang dengan perempuan berkerudung aku yakin tak ada orang yang mencuri dengar…. Tapi nyatanya dia bisa tahu…. Hem….” “Anak muda! Kalau aku tahu semua yang telah terjadi padamu, bagaimana mungkin aku tidak tahu di mana tempat tinggalnya Dewa Cadas Pangeran?! Apalagi dia adalah salah seorang sahabatku?! Sekarang tunjukkan hasil dari peristiwa di Bukit Toyongga sebagai bukti kalau kau adalah orang yang membuat janji dengan Dewa Asap Kayangan! Setelah itu baru aku bisa menjelaskan apa yang kau minta dan mengantarmu ke mana kau hendak menuju!” “Boleh aku tahu siapa dirimu?!” tanya murid Pendeta Sinting. “Kau datang ke tempat ini untuk berkenalan denganku atau minta keterangan?!” Orang di atas altar batu cadas balik ajukan tanya dengan suara agak tinggi. “Daripada cari penyakit, lebih baik aku segera selesaikan urusan ini!” Membatin begitu, akhirnya perlahan-lahan Pendekar 131 selinapkan tangan kanan ke balik pakaiannya. Lalu terlihatlah satu kain putih yang bersambung saat tangan kanannya ditarik keluar. Seakan tahu apa yang dilakukan murid Pendeta Sinting, orang di atas altar batu cadas palingkan kepala. Rangkapan kedua tangannya yang menekan julaian kain kerudungnya bergerak membuka sedikit hingga kedua mata orang ini terlihat. Beberapa saat sepasang mata dari balik Kerudung membelalak memperhatikan kain putih bersambung yang ada di tangan Joko yang bukan lain adalah kain berisi peta wasiat yang didapat di puncak Bukit Toyongga. Kepala orang di atas altar batu cadas mengangguk pelan. Lalu diputar ke arah depan seraya berkata. “Anak muda…. Saat ini rimba persilatan masih terguncang dengan kabar berita mengenai peta wasiat. Dan mulai pula tersebar gunjingan tentang urusan Sepasang Cincin Keabadian milik Dewi Keabadian. Dan meski kau bukan berasal dari negeri ini, tapi kau tentu sudah tahu. Di mana-mana rimba persilatan pasti selalu dipenuhi dengan fitnah, balas dendam, pertumpahan darah, dan benda-benda mustika palsu!” Ucapan orang membuat Joko tersedak. Tanpa sadar dia melompat mendekat dengan dada berdebar tidak enak. Lalu seraya acungkan kain putih di tangannya dia berseru. “Kau menduga ini palsu?!” “Kau jangan salah duga dengan ucapanku. Aku tidak mengatakan kain yang ada di tanganmu adalah palsu! Tapi tidak ada salahnya kalau aku memeriksa! Karena aku tahu sendiri, saat di puncak Bukit Toyongga telah muncul beberapa benda palsu yang ada kaitannya dengan kain di tanganmu!” Tanpa pikir panjang lagi, Pendekar 131 julurkan tangannya yang memegang kain berisi peta wasiat. Orang di atas altar batu cadas gerakkan tangan kanan sambuti kain dari tangan murid Pendeta Sinting. Sementara tangan kiri tetap menekan julaian kain kerudungnya hingga wajahnya tetap tidak jelas kelihatan. Untuk beberapa lama orang di atas altar batu cadas memeriksa kain yang diberikan Joko dengan dekatkan pada wajahnya. Sepasang matanya melirik silih berganti pada kain di tangannya dan pada sosok murid Pendeta Sinting yang tegak memperhatikan dengan dada berdebar-debar, khawatir kalau kain di tangannya adalah palsu. “Hem…. Kau beruntung sekali, Anak Muda…. Kain bergambar peta ini adalah asli…,” kata orang di atas altar batu cadas sambil angguk-anggukkan kepala. “Maksud kedatanganku kemari adalah ingin bertanya arah mana yang harus kuambil untuk memulai perjalanan seperti yang ada dalam peta itu. Sekaligus untuk bertanya di mana aku bisa bertemu dengan Dewa Cadas Pangeran!” kata Joko dengan menghela napas lega mendengar keterangan orang. “Anak muda…. Aku akan memenuhi permintaanmu. Tapi katakan dahulu. Urusan mana yang akan kau dahulukan?! Mengadakan perjalanan atau ingin bertemu dengan Dewa Cadas Pangeran?!” Joko berpikir beberapa lama. Dia tampak bingung tak tahu mana yang harus didahulukan. Orang di atas altar batu cadas tampaknya bisa menangkap kebingungan murid Pendeta Sinting. Lalu berkata. “Anak muda…. Perjalananmu kelak memerlukan waktu panjang. Kalau urusanmu dengan Dewa Cadas Pangeran tidak begitu penting, menurutku, lebih baik kau selesaikan dahulu urusanmu dengan Dewa Asap Kayangan. Dengan begitu, kau bisa melakukan perjalanan dengan tenang tanpa beban! Tapi itu semua terserah padamu. Aku hanya memberi jalan….” Pendekar 131 menghela napas berulang kali. Paras wajahnya jelas menunjukkan kalau dia belum bisa memutuskan apa yang harus dilakukan. Orang di atas altar batu cadas tertawa. Lalu sambil letakkan kain peta di atas pangkuannya dia berkata. “Aku bukannya ikut campur masalahmu. Tapi kalau kau tak keberatan mengatakan urusanmu dengan Dewa Cadas Pangeran, mungkin aku bisa sedikit membantu jalan mana yang harus kau tempuh dalam urusan ini!” “Hem…. Apakah aku harus mengatakan terus terang apa perluku hendak menemui Dewa Cadas Pangeran?! Ah…. Dia adalah adik Dewa Asap Kayangan. Tak ada salahnya aku berterus terang padanya….” Joko akhirnya memutuskan, lalu berkata dengan wajah sedikit berubah karena merasa malu. “Sebenarnya urusanku dengan Dewa Cadas Pangeran tidaklah begitu penting. Tapi kalau tidak segera kuselesaikan, seperti katamu, mungkin bisa menambah beban pikiranku….” “Hem…. katakan saja urusanmu, Anak Muda! Walau aku adik Dewa Asap Kayangan, bukan tak mungkin apa yang akan kukatakan nanti tidak jauh berbeda dibanding jika kau mengatakannya pada Dewa Asap Kayangan!” “Aku pernah berjanji pada Dewi Bunga Asmara untuk menemui gurunya. Namun sebenarnya janji itu kuucapkan agar gadis itu mau membawaku ke Bukit Toyongga yang saat itu tidak kuketahui di mana letaknya. sayangnya, gadis itu salah paham dan menduga terlalu jauh. Begitu sampai di Bukit Toyongga, ternyata aku tidak sempat bicara dengan gurunya yakni Ratu Selendang Asmara, karena urusan di puncak bukit sudah memanas. Hingga akhirnya Ratu Selendang Asmara tewas….” Pendekar 131 hentikan keterangannya sesaat seraya alihkan pandangan ke jurusan lain takut orang di hadapannya tahu perubahan wajahnya. Sementara orang di atas batu cadas mendengarkan dengan seksama dengan sesekali melirik pada gerak-gerik murid Pendeta Sinting. “Setelah urusan di puncak Bukit Toyongga selesai, aku juga belum sempat bicara dengan Dewi Bunga Asmara, karena aku merasa tak enak dengan Mei Hua, dan putri Baginda Ku Nang, serta Bidadari Bulan Emas. Ternyata Dewi Bunga Asmara mengatakan perihalnya pada Dewa Cadas Pangeran yang tiba-tiba saja mengambilnya sebagai murid. Dan sebelum Dewa Cadas Pangeran meninggalkan puncak Bukit Toyongga, dia sempat mengatakan padaku agar menemuinya dengan minta bantuan Dewa Asap Kayangan untuk selesaikan urusanku dengan Dewi Bunga Asmara.” “Aku mengerti perasaanmu, Anak Muda…. Sekarang jawab jujur pertanyaanku. Kau menyintai Dewi Bunga Asmara?!” “Sebenarnya dia gadis baik meski gurunya berada di jalur yang salah…. Dia juga berparas cantik. Tapi…. Rasanya aku belum sampai pada titik jatuh cinta…. Aku hanya menganggapnya sebagai sahabat! Dan hal inilah yang akan kukatakan pada Dewa Cadas Pangeran agar nantinya tidak terjadi salah paham!” “Anak muda! Sekarang jelas masalahnya. Dan menurutku, sebaiknya kau mengadakan perjalanan dahulu. Urusan dengan Dewa Cadas Pangeran bisa kau tunda….” “Mengapa begitu?!” “Urusan perempuan bukan urusan mudah, Anak Muda. Apalagi dia tahu beberapa gadis lain menaruh rasa cinta padamu. Dia memerlukan waktu untuk berpikir dan menenangkan diri! Kalau sekarang kau memberi penjelasan padanya, bukan tak mungkin dia malah akan salah paham dan membuat urusan jadi tak karuan! Waktu yang kau perlukan untuk mengadakan perjalanan kurasa cukup membuat Dewi Bunga Asmara untuk berpikir dan menenangkan diri….” “Hem…. Benar juga kata-katanya…,” gumam Pendekar 131 seraya anggukkan kepala perlahan. Tampaknya orang di atas altar batu cadas maklum akan gerakan kepala murid Pendeta Sinting. Sambil mengambil kembali kain peta di atas pangkuannya dia berkata. “Anak muda…. Setelah kau selesaikan perjalanan nanti, aku menunggumu di sini. Aku akan memberi keterangan padamu di mana kau bisa bertemu dengan Dewa Cadas Pangeran. Dan terimalah kembali kainmu ini!” Orang di atas altar batu cadas julurkan tangan memberikan kembali kain putih pada Pendekar 131. Murid Pendeta Sinting tersenyum sambil anggukkan kepala. Lalu mendekat dengan sambuti kainnya kembali. Namun baru saja tangannya menyentuh kain putih di tangan orang, mendadak orang di atas altar batu cadas tarik sedikit tangannya yang mengulur memberikan kain. Kejap lain sekonyong-konyong kaki kanan kirinya bergerak lepaskan tendangan! Bukan hanya sampai di situ, tangan satunya yang sedari tadi menekan julaian kain kerudungnya juga bergerak menghantam!



Values In Philippine Culture And Education


Values In Philippine Culture And Education
DOWNLOAD
Battery Reconditioning
Ford Manuals
Author : Manuel B. Dy
language : en
Publisher: CRVP
Release Date : 1994

Values In Philippine Culture And Education written by Manuel B. Dy and has been published by CRVP this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 1994 with Education categories.




A Dictionary Of Theatre Anthropology


A Dictionary Of Theatre Anthropology
DOWNLOAD
Battery Reconditioning
Ford Manuals
Author : Eugenio Barba
language : en
Publisher: Taylor & Francis
Release Date : 2011-03-18

A Dictionary Of Theatre Anthropology written by Eugenio Barba and has been published by Taylor & Francis this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2011-03-18 with Art categories.


First Published in 2005. Routledge is an imprint of Taylor & Francis, an informa company.



The Rainbow Troops


The Rainbow Troops
DOWNLOAD
Battery Reconditioning
Ford Manuals
Author : Andrea Hirata
language : en
Publisher: Sarah Crichton Books
Release Date : 2013-02-05

The Rainbow Troops written by Andrea Hirata and has been published by Sarah Crichton Books this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2013-02-05 with Fiction categories.


Published in Indonesia in 2005, The Rainbow Troops, Andrea Hirata's closely autobiographical debut novel, sold more than five million copies, shattering records. Now it promises to captivate audiences around the globe. Ikal is a student at the poorest village school on the Indonesian island of Belitong, where graduating from sixth grade is considered a remarkable achievement. His school is under constant threat of closure. In fact, Ikal and his friends—a group nicknamed the Rainbow Troops—face threats from every angle: skeptical government officials, greedy corporations hardly distinguishable from the colonialism they've replaced, deepening poverty and crumbling infrastructure, and their own low self-confidence. But the students also have hope, which comes in the form of two extraordinary teachers, and Ikal's education in and out of the classroom is an uplifting one. We root for him and his friends as they defy the island's powerful tin mine officials. We meet his first love, the unseen girl who sells chalk from behind a shop screen, whose pretty hands capture Ikal's heart. We cheer for Lintang, the class's barefoot math genius, as he bests the students of the mining corporation's school in an academic challenge. Above all, we gain an intimate acquaintance with the customs and people of the world's largest Muslim society. This is classic storytelling in the spirit of Khaled Hosseini's The Kite Runner: an engrossing depiction of a milieu we have never encountered before, bursting with charm and verve.



Anagram Solver


Anagram Solver
DOWNLOAD
Battery Reconditioning
Ford Manuals
Author : Bloomsbury Publishing
language : en
Publisher: Bloomsbury Publishing
Release Date : 2009-01-01

Anagram Solver written by Bloomsbury Publishing and has been published by Bloomsbury Publishing this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2009-01-01 with Games & Activities categories.


Anagram Solver is the essential guide to cracking all types of quiz and crossword featuring anagrams. Containing over 200,000 words and phrases, Anagram Solver includes plural noun forms, palindromes, idioms, first names and all parts of speech. Anagrams are grouped by the number of letters they contain with the letters set out in alphabetical order so that once the letters of an anagram are arranged alphabetically, finding the solution is as easy as locating the word in a dictionary.



Wizard At Work


Wizard At Work
DOWNLOAD
Battery Reconditioning
Ford Manuals
Author : Vivian Vande Velde
language : en
Publisher: Houghton Mifflin Harcourt
Release Date : 2004

Wizard At Work written by Vivian Vande Velde and has been published by Houghton Mifflin Harcourt this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2004 with Juvenile Fiction categories.


A young wizard, who runs a school to teach wizards, looks forward to a quiet summer off but is drawn into adventures with princesses, unicorns, and ghosts instead.



Opening The Door Of Your Heart


Opening The Door Of Your Heart
DOWNLOAD
Battery Reconditioning
Ford Manuals
Author : Ajahn Brahm
language : en
Publisher: Hachette UK
Release Date : 2010-07-01

Opening The Door Of Your Heart written by Ajahn Brahm and has been published by Hachette UK this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2010-07-01 with Religion categories.


The whole world has fallen in love with this international bestseller - hundreds of thousands of copies have been sold across 25 countries. Now it's Australia's turn to rediscover this jewel of a book on mindfulness. In times of uncertainty, words of comfort are essential, and the stunning overseas sales of this title are testament to its universal appeal. These modern tales of hope, forgiveness, freedom from fear and overcoming pain cleverly relate the timeless wisdom of the Buddha's teachings and the path to true happiness in a warm and accessible way. Ajahn Brahm was born and raised in the West and in his more than thirty years as a Buddhist monk he has gathered many poignant, funny and profound stories. He has tremendous ability to filter these stories through the Buddha's teaching so that they can have meaning for all sorts of readers. There are many thousands of Australians who don't even know that they need this book yet, but who will no doubt embrace it just as overseas readers have. It is the perfect gift book as there is truly something in it for everyone. 'Ajahn Brahm is the Seinfeld of Buddhism' - Sumi Loundon, editor of Blue Jean Buddha: Voices of Young Buddhists and The Buddha's Apprentices



Critical Thinking


Critical Thinking
DOWNLOAD
Battery Reconditioning
Ford Manuals
Author : Gregory Bassham
language : en
Publisher:
Release Date : 2008

Critical Thinking written by Gregory Bassham and has been published by this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2008 with Critical thinking categories.


Through the use of humour, fun exercises, and a plethora of innovative and interesting selections from writers such as Dave Barry, Al Franken, J.R.R. Tolkien, as well as from the film 'The Matrix', this text hones students' critical thinking skills.