[PDF] Pusat Penelitian Politik Year Book - eBooks Review

Pusat Penelitian Politik Year Book


Pusat Penelitian Politik Year Book
DOWNLOAD

Download Pusat Penelitian Politik Year Book PDF/ePub or read online books in Mobi eBooks. Click Download or Read Online button to get Pusat Penelitian Politik Year Book book now. This website allows unlimited access to, at the time of writing, more than 1.5 million titles, including hundreds of thousands of titles in various foreign languages. If the content not found or just blank you must refresh this page





Pusat Penelitian Politik Year Book


Pusat Penelitian Politik Year Book
DOWNLOAD

Author :
language : id
Publisher: Yayasan Obor Indonesia
Release Date :

Pusat Penelitian Politik Year Book written by and has been published by Yayasan Obor Indonesia this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on with Indonesia categories.




Ambiguitas Perdamaian


Ambiguitas Perdamaian
DOWNLOAD

Author :
language : id
Publisher: Yayasan Obor Indonesia
Release Date :

Ambiguitas Perdamaian written by and has been published by Yayasan Obor Indonesia this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on with categories.




Democrazy Pilkada


Democrazy Pilkada
DOWNLOAD

Author :
language : id
Publisher: Yayasan Obor Indonesia
Release Date :

Democrazy Pilkada written by and has been published by Yayasan Obor Indonesia this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on with categories.




Politik Kaum Santri Dan Abangan


Politik Kaum Santri Dan Abangan
DOWNLOAD

Author : Dhurorudin Mashad
language : id
Publisher: Pustaka Al-Kautsar
Release Date :

Politik Kaum Santri Dan Abangan written by Dhurorudin Mashad and has been published by Pustaka Al-Kautsar this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on with History categories.


Perseteruan ideologis antara kaum Santri dan Abangan mewarnai perjalanan sejarah bangsa ini. Bahkan, perseteruan itu pernah berujung pada konflik fisik yang menimbulkan banyak korban. Mengapa hal itu bisa terjadi, dan apa sebabnya? Buku ini memaparkan data-data dan analisa dengan sangat runtut dan menarik. "Islam memainkan peran penting dalam noktah maupun arus sejarah bangsa. Perannya telah membentuk raut prototype eksistensi keindonesiaan, jauh sebelum republik ini diproklamirkan. Peran yang dimainkan itu tidak terkecuali dalam bidang politik, mengalami pasang surut yang mengharu biru. Persaingan politik kalangan Islam dengan kalangan non-Islam tak terelakan. Salah satu episode yang sangat penting adalah perseteruan antara kelompok Islam (dalam hal ini NU) dan Komunis (yang diwakili PKI). Perseteruan itu terasakan hingga level akar rumput dan relung-relung budaya, yang kemudian berujung pada pembelahan anak bangsa dan sejatinya sesama kalangan muslim itu sendiri. Buku yang dituliskan saudara Dhurorudin Mashad ini sangat baik memotret episode-episode awal berdirinya republik yang juga momen krusial bagi bangsa kita. Bahasanya yang mengalir, disertai kekayaan data dan kekuatan analisis membuat buku ini menarik dan patut dibaca oleh siapa saja. Sebuah proyek pencerahan dalam meninjau masa lalu yang saya yakin akan membuat kita makin bijak dalam memahami dan melihat situasi kehidupan politik bangsa saat ini maupun di masa-masa yang akan datang." -Prof. Dr. Firman Noor, MA, Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI, Dosen Luar Biasa, Departemen Ilmu Politik FISIP-UI, Penulis Buku Perpecahan dan Soliditas Partai Islam di Indonesia. - Pustaka Al-Kautsar Publisher - Dilarang keras mem-PDF-kan, mendownload, dan memfotokopi buku-buku Pustaka Al-Kautsar. Pustaka Al-Kautsar tidak pernah memberikan file buku kami secara gratis selain dari yang sudah tersedia di Google Play Book. Segala macam tindakan pembajakan dan mendownload PDF tersebut ada ilegal dan haram.



The Palgrave Handbook Of Women S Political Rights


The Palgrave Handbook Of Women S Political Rights
DOWNLOAD

Author : Susan Franceschet
language : en
Publisher: Springer
Release Date : 2018-10-26

The Palgrave Handbook Of Women S Political Rights written by Susan Franceschet and has been published by Springer this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2018-10-26 with Political Science categories.


This Palgrave Handbook provides a definitive account of women’s political rights across all major regions of the world, focusing both on women’s right to vote and women’s right to run for political office. This dual focus makes this the first book to combine historical overviews of debates about enfranchising women alongside analyses of more contemporary efforts to increase women’s political representation around the globe. Chapter authors map and assess the impact of these groundbreaking reforms, providing insight into these dynamics in a wide array of countries where women’s suffrage and representation have taken different paths and led to varying degrees of transformation. On the eve of many countries celebrating a century of women’s suffrage, as well as record numbers of women elected and appointed to political office, this timely volume offers an important introduction to ongoing developments related to women’s political empowerment worldwide. It will be of interest to students and scholars across the fields of gender and politics, women’s studies, history and sociology.



Buku Pintar Terlengkap Sistem Sistem Pemerintahan Sedunia


Buku Pintar Terlengkap Sistem Sistem Pemerintahan Sedunia
DOWNLOAD

Author : Radis Bastian
language : id
Publisher: IRCISOD
Release Date :

Buku Pintar Terlengkap Sistem Sistem Pemerintahan Sedunia written by Radis Bastian and has been published by IRCISOD this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on with Juvenile Fiction categories.


Setiap negara, tentu mempunyai sistem pemerintahan tersendiri. Namun, tak jarang ada kemiripan antara satu dengan yang lain. Hal ini dapat dipengaruhi oleh sejarah terbentuknya suatu negara. Afrika Selatan misalnya. Negara itu menganut sistem pemerintahan parlementer karena wilayahnya pernah dikuasai Inggris yang menganut sistem pemerintahan tersebut. Lalu, bagaimana dengan negara lainnya? Nah, buku di hadapan Anda ini menjelaskan mengenai pengertian dan macam-macam sistem pemerintahan, bentuk-bentuk pemerintahan, serta pelaksanaan pemerintahan dalam suatu negara. Setidaknya, lebih dari 20 negara yang dibahas secara tuntas di sini. Negara mana sajakah? Tunggu apa lagi, segera miliki buku ini dan dapatkan jawabannya!



Keeping The Trust For Peace


Keeping The Trust For Peace
DOWNLOAD

Author : Dr. Farid W. Husain, Sp.B, KBD
language : id
Publisher: PT. Rayyana Komunikasindo
Release Date : 2011-10-04

Keeping The Trust For Peace written by Dr. Farid W. Husain, Sp.B, KBD and has been published by PT. Rayyana Komunikasindo this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2011-10-04 with Architecture categories.


“Pat ujuen han pirang, pat prang tan reda.” (Tidak ada hujan yang tidak reda, tidak ada perang yang tidak berujung) —Peribahasa Aceh Saat buku ini disusun, penandatanganan kesepakatan damai oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Helsinki, Finlandia, 15 Agustus 2005 telah berusia enam tahun. Dalam kurun waktu enam tahun itu, perdamaian di provinsi paling ujung barat Indonesia itu masih menghadapi tantangan, tidak kalah dengan yang dihadapi sebelum tercapainya kesepakatan damai. Penandatanganan MoU Helsinki memang sebuah peristiwa bersejarah yang harus dicatat dengan tinta emas, menandai berakhirnya konflik kedua belah pihak yang telah berlangsung selama 30 tahun lebih. Namun, itu sesungguhnya baru satu fase yang harus dilampaui. Dalam sebuah proses perdamaian, yang tidak kalah penting dan menentukan adalah fase sesudah dicapainya kesepakatan damai tersebut (selanjutnya disebut pasca-MoU). Itulah yang merupakan tahap yang menentukan kelanggengan dan kesejatian sebuah kesepakatan damai. Seiring berjalannya waktu, kekuatan dan kerapuhan sebuah kesepakatan damai dihadapkan dengan sejumlah ujian. Meminjam cara pandang yang pernah diungkapkan oleh Carl Philip Gottfried von Clausewitz, seorang ahli strategi militer zaman Presia, “To secure peace is to prepare for war”, yang dikutip oleh jurnal “Ambiguitas Perdamaian”, LIPI (2006), bahwa perang dan damai merupakan pasangan abadi bak sekeping mata uang. Sebuah perdamaian, meski dianggap bagai jembatan emas menuju kebahagiaan, mesti diwaspadai kerapuhannya yang dapat berbalik menjadi pertikaian berdarah-darah. Sebagai salah seorang anggota dan penanggung jawab tim perunding RI dalam proses perdamaian di Aceh, saya mengikuti dan terlibat sangat dekat dalam bagaimana panjang dan rumitnya proses perdamaian tersebut. Bukan hanya pada berbulan-bulan menjelang ditandatanganinya kesepakatan damai, tetapi juga bertahun-tahun sesudahnya, setidaknya sudah enam tahun sampai buku ini disusun, yang membawa saya kepada kesimpulan bahwa dalam menangani konflik untuk mencapai perdamaian, proses mencari dan menemukan bibit perdamaian, menanamkan perdamaian, serta kemudian menumbuhkembangkannya, adalah suatu proses yang berkesinambungan dan tidak boleh terputus atau terpisah. Tidak sedikit konflik yang berhasil diselesaikan atau mencapai perdamaian, tetapi kembali memunculkan konflik yang lebih besar, karena diabaikannya fase merawat dan menumbuhkembangkan perdamaian. Menurut peneliti dari Center for Strategic & International Studies (CSIS), Rizal Sukma, sekitar 50 persen konflik yang telah diselesaikan secara politik, terulang kembali dalam kurun waktu sepuluh tahun. Sementara itu, berbagai hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sekitar 30 persen konflik kembali terjadi dalam kurun waktu lima tahun. Rizal Sukma juga mengutip penelitian Doyle dan Sambanis dalam kajian “Naskah Akademik Penyusunan Manual”, ProPatria Institute (2009) menemukan bahwa untuk periode 1945-1999, sekitar 30 persen konflik kembali terjadi hanya dalam kurun waktu dua tahun. Dalam kajian lain ditemukan bahwa bahaya yang lebih besar mengancam jika perjanjian perdamaian yang telah dicapai tidak dapat dipertahankan, ketimbang jika tidak pernah dicapai perdamaian sama sekali sebelumnya. Konsekuensi kegagalan mungkin menyebabkan hilangnya kepercayaan dan saling menyalahkan di antara pihak-pihak yang ada. Kondisi seperti ini akan mengacaubalaukan seluruh proses (implementasi). Carlos Santiso, Peter Harris, dan David Bloomfield, dalam bukunya berjudul Memelihara Perjanjian Perdamaian, memberikan beberapa fakta. Dalam kajian IDEA (Institute for Democracy and Electoral Assistance), kejadian di Angola menunjukkan bahwa konsekuensi dari kegagalan Persetujuan Bicesse, ketika Jonas Savimbi menolak hasil pemilihan umum pertama pascakonflik pada tahun 1992 dan mengumumkan perang sebagai usaha untuk memperoleh kekuasaan dengan kekuatan senjata, menyebabkan kematian 300.000 penduduk. Contoh lain, di Rwanda pada tahun 1994, di mana ekstremis Hutu menolak perjanjian damai Arusha; konsekuensinya adalah pembantaian massal sekitar satu juta penduduk Rwanda. Pengalaman mengawal proses perdamaian di Aceh, sejak ia masih menjadi embrio hingga kemudian menemukan bibit dan menanam serta menumbuhkembangkannya, merupakan awal penggerak saya untuk menulis buku ini. Dalam buku yang saya tulis pada tahun 2007, To See the Unseen, Di Balik Damai di Aceh, telah diceritakan proses pencarian dan penemuan bibit perdamaian di Aceh, yang kemudian mewujud dalam penandatanganan MoU di Helsinki. Dalam buku tersebut, saya berusaha menggambarkan bahwa selain inisiatif dan upaya yang berlangsung di luar ruang perundingan formal, diperlukan—dan bahkan mutlak penting—pendekatan emosional informal untuk membangun rasa saling menghormati (mutual respect), yang dalam pengalaman perundingan kedua belah pihak, justru itu yang acap kali tercederai. Dalam enam tahun keterlibatan mengikuti dan mengawal perdamaian pasca-MoU, segera saya menyadari pula bahwa hal yang sama—kesalingpercayaan—bahkan makin diperlukan lebih besar lagi, sebab, pasca-MoU, kerja sama kedua belah pihak yang telah menyepakati perdamaian semakin intens di lapangan untuk mengimplementasikan MoU. Kesalingpercayaan kedua belah pihak sangat menentukan dalam implementasi MoU tersebut, sekaligus menjadi fondasi yang tak bisa ditawar bagi kelanggengan perdamaian. Sebagai kelanjutan dari To See the Unseen, maka dalam buku ini akan ditunjukkan bahwa ada sebuah benang merah yang sama pentingnya dengan proses menuju meja perundingan dan perundingan itu sendiri. Itu tak lain ialah upaya membangun rasa saling percaya (mutual trust) sebagai landasan merawat dan membangun perdamaian pasca-MoU, yakni masa-masa setelah kedua belah pihak yang bertikai menyelesaikan perundingan dan kembali kepada persoalan riil di lapangan: mengimplementasikan hal-hal yang telah disepakati dalam MoU. Dalam sejumlah kesempatan memberikan atau berbagi pengalaman tentang perdamaian, baik di kampus, lembaga pemerintah, maupun organisasi kemasyarakatan, di dalam ataupun di luar negeri, saya berupaya mengakomodasi harapan agar pengalaman menumbuhkembangkan perdamaian di Aceh, yakni sebuah kerja yang dilakukan pasca-MoU Helsinki, bisa didokumentasikan agar memberikan sumbangsih kepada kemanusiaan, alam, dan kedamaian sekaligus memberikan lesson learned kepada sejumlah pihak. Dalam perjalanan proses penyusunan buku ini, setidaknya ada lima hal yang menjadi dasar dan harapan. Pertama, sebagai pembelajaran bagi masyarakat, kaum intelektual, dan, khususnya, para pengambil keputusan dalam penanganan konflik, bahwa proses perdamaian adalah sebuah proses berjangka panjang, lama, serta membutuhkan komitmen yang serius dan penuh. Mencapai suatu kesepakatan damai saja baru merupakan satu fase penting yang harus diikuti fase lain, pascatercapainya kesepakatan damai tidak kalah—bahkan lebih—penting. Mempertimbangkan hal itulah maka, melalui buku ini, saya mencoba membagikan pemahaman dan pengalaman dalam memelihara dan merawat serta menumbuhkembangkan perdamaian di Aceh sebagai cara untuk membangun kesadaran di kalangan masyarakat, intelektual, dan para pengambil keputusan, bahwa proses penanganan pascakonflik dan pasca-MoU damai harus mendapat perhatian yang serius. Kedua, mengungkapkan berbagai hal yang belum terungkap, untold stories, dalam proses pascakonflik dan pasca-MoU. Kajian-kajian akademis ataupun laporan-laporan media massa sering kali sangat didasarkan pada sumber-sumber dan peristiwa-peristiwa formal. Sementara itu, ancaman terhadap upaya memelihara dan merawat perdamaian banyak sekali bersumber pada peristiwa-peristiwa di balik layar yang tidak terlihat di jalur-jalur formal. Dalam buku ini saya mencoba memperlihatkan berbagai peristiwa pada kurun waktu pasca-MoU yang berpotensi mengancam perdamaian, tetapi kemudian dapat diatasi berkat berbagai persuasi di lapangan melalui jalur-jalur yang tidak lazim sehingga perdamaian sampai saat ini masih langgeng. Ketiga, untuk menunjukkan pentingnya keseriusan dan komitmen penuh dari pihak-pihak yang berwenang sepanjang proses perdamaian. Itu tentunya jika ingin menciptakan perdamaian yang sejati. Dalam suatu konflik yang telah berlangsung puluhan tahun seperti yang terjadi di Aceh, pencapaian kesepakatan damai sering dianggap sebagai puncak dari proses. Dan ini menyebabkan kendurnya komitmen pascatercapainya kesepakatan. Padahal,berdasarkan pengalaman saya selama lebih dari delapan tahun terlibat dalam proses perdamaian di Aceh, komitmen itu harus utuh dari awal sampai akhir sehingga mendarah daging. Bahkan seandainya pun kewajiban dan pekerjaan kita secara formal tidak lagi menuntut hal itu. Keempat, buku ini ditulis untuk menunjukkan banyak faktor yang menentukan keberhasilan upaya memelihara dan merawat serta menumbuhkembangkan perdamaian. Kerja mewujudkan kesepakatan damai adalah sebuah pekerjaan besar berjangka panjang. Karena itu, keseriusan dari berbagai elemen masyarakat bukan hanya penting, melainkan merupakan keharusan. Kelima, dalam enam tahun perjalanan pasca-MoU, pasti tidak dapat dihindari terjadinya berbagai pendekatan yang kurang tepat, analisis masalah yang kurang akurat, informasi yang keliru, dan sebagainya. Buku ini berusaha mengurai kekusutan yang mungkin pernah terjadi dan menyajikannya sebagai pelajaran berharga bagi para pembaca.



Hadir Untuk Perdamaian Dari Poso Hingga Afghanistan


Hadir Untuk Perdamaian Dari Poso Hingga Afghanistan
DOWNLOAD

Author : Farid Husain
language : id
Publisher: PT. Rayyana Komunikasindo
Release Date : 2020-12-17

Hadir Untuk Perdamaian Dari Poso Hingga Afghanistan written by Farid Husain and has been published by PT. Rayyana Komunikasindo this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on 2020-12-17 with Political Science categories.


Siapa mengira Amerika Serikat yang selama puluhan bahkan seratus tahun lebih menjadi ‘kiblatnya’ demokrasi menjadi paradoks sebagai negara yang ‘anti demokrasi’, bahkan muncul konflik, perebutan kekuasaan, diskriminasi dan korban nyawa. Baik dalam proses pemerintahan dibawah pimpinan Donald Trump, maupun saat proses pemilu dan peralihan kekuasaan dari Trump ke Biden. Fenomena yang hampir sama, bahkan belum kunjung usai, konflik terpendam, maupun konflik terbuka yang terjadi di negeri ini. Usai, konflik pilkada Jakarta, berlanjut ke Pemilihan Presiden, bahkan ketika dua kandidat yang bertarung Joko Widodo – Ma’ruf Amin dan Prabowo Sandiaga Uno sudah ‘akur’, berada dalam perahu yang sama di pemerintahan, para pendukung di bawah seakan belum selesai dalam konflik dengan judul, tema, dan pemicu yang beragam. Ini menujukkan bahwa sejatinya konflik memang ‘melekat’ pada manusia, bangsa, agama, lingkungan, interaksi, politik, dan lain sebagainya. Disisi lain, sejarah mencatat konflik juga akhirnya bisa diselesaikan dengan cara yang terhormat. Buku ini mengisahkan pengalaman hidup yang dialami oleh penulisnya dalam terlibat atau dilibatkan, hadir atau dihadirkan untuk perdamaian, baik pada level kabupaten di Poso, hingga level internasional di Afganistan. Memang, tidak semuanya berakhir dengan ‘indah’, karena dalam buku ini juga dikisahkan dengan pendekatan personal penulis, mengapa konflik yang satu selesai dan yang lain ‘menggantung’. Dalam kata pengantar buku ini Jusuf Kalla (JK) mengatakan Perdamaian merupakan kebutuhan mendasar bagi peradaban. Kita mempelajari itu dari sejarah. Tanpa perdamaian perjalanan sebuah bangsa dan negara akan pincang. Perdagangan terganggu, produktivitas merosot, perekonimian macet. Dalam keadaan yang demikian ‘perut lapar’ akan membuat kemarahan mudah tersulut. Kemakmuran yang menjadi tujuan bernegara, mustahil tercapai di tengah suasana konflik. Dan dalam pandangan JK, dalam buku ini esensinya disebutkan bahwa perdamaian dikemukakan secara terbuka maupun tersirat dimana penulis buku ini (Dr. Farid) tidak melihat perdamaian sebagai salah satu opsi, melainkan satu-satunya pilihan bila sebuah negara atau bangsa ingin maju. Lebih lanjut JK juga mengatakan, seperti juga sudah banyak dikisahkan dalam berbagai pemberitaan, Dr. Farid menjadi salah seorang yang dapat saya andalkan dalam berbagai penugasan krusial menangani konflik, mulai dari Poso, Ambon dan Aceh. Di setiap perundingan damai, peranan Dr. Farid tidak di belakang meja, melainkan terjun langsung untuk memastikan bahwa para pihak yang berkonflik datang ke meja perundingan dan memberi keyakinan bahwa perundingan akan berjalan baik. Dia pelobi hebat. Buku ini, pada walanya ditulis dan diterbitkan atas inisiatif saudara, keluarga teman, dan sahabat Dr. Farid dalam menyambut ulang tahunnya yang ke-70 pada 9 Maret 2020, namun karena pandemi Covid-19, acara itu ditunda. Secara bersaman, ketika almamaternya, Unhas membuka Pusat Studi Resolusi Konflik dan Demokrasi, maka oleh Unhas ini dijadikan momentum untuk diluncurkan. *** Perdamaian merupakan kebutuhan mendasar bagi peradaban. Sejarah telah membuktikan hal itu. Tanpa perdamaian, perjalanan sebuah bangsa dan negara akan pincang. Perdagangan terganggu, produktivitas merosot, perekonomian macet. Dalam keadaan yang demikian, “perut lapar” akan membuat kemarahan mudah tersulut. Kemakmuran yang menjadi tujuan bernegara, mustahil tercapai di tengah suasana konflik. Analisis itu selalu disampaikan oleh Bapak Jusuf Kalla (Wakil Presiden RI 2004–2009 & 2014–2019). Beliau selalu menekankan hal itu kepada tim-nya, di mana penulis buku ini, dr. Farid Husain, menjadi tim inti dalam menjalankan tugas perdamaian, mulai dari Poso hingga terlibat dalam upaya proses perdamaian di Afghanistan. Boleh dikatakan, begitu paripurna tugas dr. Farid Husain hadir dalam perdamaian. Mulai dari tingkat kabupaten di Poso, provinsi di Maluku, nasional di Aceh dan Papua, regional (ASEAN) di Thailand Selatan, hingga global di Afghanistan. Pak JK selalu menegaskan betapa esensialnya perdamaian bagi kehidupan berbangsa dan bernegara dalam lingkup yang kecil, hingga global. Dalam buku ini, Farid mengungkapkan baik secara terbuka maupun secara tersirat esensi perdamaian. Baginya, perdamaian bukan sebagai salah satu opsi, melainkan satu-satunya pilihan apabila sebuah daerah atau negara dan bangsa ingin maju. Sebagian dari isi buku ini pernah hadir pada buku karya Farid Husain sebelumnya, tetapi sebagiannya lagi ada materi baru yang genuine. Hadir lagi karena memang ada permintaan dari banyak kalangan, di samping untuk membentuk benang merah yang tidak terputus dari kisah sebelumnya yakni tentang peran kerja sosok pria yang bekerja bukan di belakang meja, melainkan terjun langsung untuk memastikan bahwa para pihak yang berkonflik datang ke meja perundingan dan memberi keyakinan bahwa perundingan akan berjalan baik. Tidak hanya itu. Setelah perdamaian dicapai melalui MoU, tugas lain yang (justru) lebih besar sudah ada di depan mata, yakni memastikan butir MoU diterapkan dan merawat perdamaian agar konflik tidak terjadi lagi. Kalau menggunakan analogi Pak JK sebagai pebisnis mobil, kesepakatan jual-beli mobil kadang dicapai tidak lebih dari 1–2 jam, tetapi memikirkan dan memberikan servis kepada pembeli bisa sampai kurun waktu sepuluh tahun ke depan. Dalam perdamaian pasca-konflik juga demikian. Tugas beratnya justru dalam implementasi MoU, dan itu membutuhkan komitmen serta kerja keras.



Berislam Di Jalur Tengah


Berislam Di Jalur Tengah
DOWNLOAD

Author : Dr. Aksin Wijaya
language : id
Publisher: IRCISOD
Release Date :

Berislam Di Jalur Tengah written by Dr. Aksin Wijaya and has been published by IRCISOD this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on with Social Science categories.


Pascasarjana PTKIN memiliki peran penting dalam mengawal keislaman dan keindonesiaan secara produktif. Di samping menghasilkan ide-ide pembaharuan dalam mengkontekstualisasi Islam dalam dinamika modernitas, Pascasarjana PTKIN juga telah mampu melahirkan sejumlah tokoh dan pemikiran yang kontributif dalam membangun relasi Islam dan negara secara harmonis. Buku ini menunjukkan konsistensi para Direktur Pascasarjana PTKIN dalam menguatkan peran dan kontribusinya itu, terutama dalam memperkuat moderatisme beragama. Suwendi (Kepala Subdit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Direktorat PTKI, Kemenag RI)



Jangan Lepas Papua Mencermati Pelaksanaan Operasi Militer Di Papua Sebuahkajian Hukum Humaniter Dan Hukum Ham


Jangan Lepas Papua Mencermati Pelaksanaan Operasi Militer Di Papua Sebuahkajian Hukum Humaniter Dan Hukum Ham
DOWNLOAD

Author : Laksda (Purn) Soleman B. Ponto, ST, MH
language : id
Publisher: PT. Rayyana Komunikasindo
Release Date :

Jangan Lepas Papua Mencermati Pelaksanaan Operasi Militer Di Papua Sebuahkajian Hukum Humaniter Dan Hukum Ham written by Laksda (Purn) Soleman B. Ponto, ST, MH and has been published by PT. Rayyana Komunikasindo this book supported file pdf, txt, epub, kindle and other format this book has been release on with Science categories.


NKRI Tak Bisa Ditawar! NKRI Harga Mati! Jargon ini menjadi pemersatu yang sering diteriakkan ketika kampanye pemilihan umum (pemilu) berlangsung. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) memang sudah final. Kita semua sepakat. Namun, sejak Timor Timur (Timtim) melakukan referendum dan akhirnya lepas dari Indonesia pada tahun 1999, keutuhan NKRI mendapat gangguan (cobaan). Sejak saat itu jargon tersebut menemukan momentumnya untuk terus dikumandangkan. Terlebih-lebih, riak-riak gelombang gerakan separatisme masih terjadi di beberapa bagian NKRI. Memang, keberhasilan pencapaian perdamaian di Aceh memberikan sinyal bahwa dengan pendekatan win-win solution dan asas saling menghormati antara pemerintah Indonesia dan kaum separatis, konflik bersenjata yang berkepanjangan pada akhirnya bisa diselesaikan. Namun, pola tersebut tak bisa diterapkan dengan sederhana untuk mencapai perdamaian di daerah konflik bersenjata lainnya, termasuk juga untuk mengatasi konflik di Papua. Gerakan separatisme di Papua (Organisasi Papua Merdeka/OPM) sepuluh tahun lebih tua dari gerakan separatisme di Aceh (Gerakan Aceh Merdeka/GAM). OPM dibentuk tahun 1965, sedangkan GAM tahun 1976. Namun, ketika konflik Aceh sudah selesai, konflik di Papua masih sering timbul. Padahal pemerintah, dalam hal ini TNI, juga melakukan penanganan yang sama dengan mengirimkan tentara untuk menghadapi kelompok bersenjata. Hanya saja, dilihat dari segi hukum internasional, gerakan separatisme di Aceh dan gerakan separatisme di Papua sangat berbeda. Di Aceh jelas pemimpinnya, jelas wilayah yang dikuasai kaum separatis, dan jelas pula intensitas serangan-serangannya. Sementara di Papua, meski ada pemimpinnya, tetapi pemimpinnya banyak karena ada beberapa kelompok gerakan bersenjata yang satu sama lain tidak ada saling keterkaitan. Ditinjau dari hukum internasional, untuk mengatasi kelompok bersenjata di Papua, selayaknya tidak dilakukan dengan mengirimkan pasukan TNI. Akan tetapi, sangat disayangkan, TNI, berbekal Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia “melegitimasi” dirinya untuk mengirimkan pasukannya ke sana. Ketidaksesuaian ini menimbulkan tanggapan yang berbeda dari kacamata dunia. Pengiriman tentara tersebut bertentangan dengan hukum internasional dan efeknya menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua. Masalah pelanggaran inilah yang belakangan menjadi sorotan. Setiap kali terjadi kontak bersenjata antara kelompok bersenjata di Papua dan pasukan TNI, dunia segera “menjeratnya” dengan pasal-pasal HAM. Pasal-pasal pelanggaran HAM ini hanya diterapkan untuk tentara yang terlibat dalam konflik tersebut, tetapi tidak untuk anggota kelompok bersenjata yang terlibat. Buku ini merupakan hasil kajian ilmiah yang telah melewati proses pengujian di hadapan forum akademis. Dalam buku ini dijelaskan, jika negara (dalam hal ini TNI) melakukan pelanggaran HAM, Papua justru bisa lepas dari NKRI. Berbagai contoh fenomena diluar negeri dijadikan referensi penguatan terhadap argumentasi yang digunakan oleh Penulis. Buku ini layak dibaca oleh sejumlah kalangan. Diantaranya: - TNI / Polri, baik aktif maupun purnawirawan - Pejabat di Pemerintahan (Polhukam, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian dalam Negeri dan Luar negeri) - Pemerintahan Lokal (Provinsi dan kabupaten/Kota) Papua - Kalangan Kampus (Dosen, Mahasiswa, Peneliti dari jenjang S1 – S3) dari Fakultas Hukum, Fakutas Sospol (Hubungan Internasional & Politik), Sejarah, dll. - Aktivis (LSM, Komnas HAM, dan penggiat Perdamaian dan Resolusi Konflik) - Dan lain-lain.